Jakarta –
Stroke menjadi penyakit dengan prevalensi kematian tertinggi ketiga di Indonesia. Adapun kondisi ini dapat terjadi lantaran pecahnya pembuluh darah sehingga mengakibatkan stroke hemoragik ataupun sumbatan pembuluh darah yang kemudian mengakibatkan stroke iskemik.
Oleh karenanya, diperlukan deteksi dini untuk mengetahui apakah seseorang mengalami kelainan pada sistem pembuluh darah yang dapat mengakibatkan kondisi tersebut.
Spesialis radiologi intervensi dari RS Royal Progress dr Kevin Julius Tanady, SpRad, SubspRI(K) menjelaskan di Indonesia ada tiga metode yang umum untuk mendeteksi sumbatan pada pembuluh darah. Metode tersebut yakni, MRI, CT Scan, dan Digital Subtraction Angiography (DSA).
“Ketiganya cukup umum di Indonesia, tetapi yang lebih banyak tersedia di rumah sakit adalah CT Scan. Diikuti dengan MRI, lalu DSA,” ujar dr Kevin dalam keterangannya,, Senin (8/3/2024).
“Dari masing-masing pencitraan ini, yang menjadi gold standard atau baku emas dalam pemeriksaan pembuluh darah kepala adalah DSA,” sambungnya.
Lebih lanjut, dr Kevin menyampaikan DSA menjadi ‘gold standard’ dalam deteksi kelainan pembuluh darah. Pasalnya, jika dibandingkan dua metode lainnya, DSA dapat merekam aliran pembuluh darah secara real-time dan dengan resolusi yang lebih baik.
Selain itu, dr Kevin mengungkapkan DSA memberikan hasil yang jauh lebih akurat. Tingkat akurasi dari metode DSA pun mencapai 98,7 persen dalam mendeteksi aneurisma, suatu jenis kelainan pada dinding pembuluh darah.
“CT scan dan MRI menghasilkan gambar yang tidak bergerak. Sedangkan dengan menggunakan DSA, selain memiliki resolusi yang lebih tinggi, dokter juga dapat menilai aliran pembuluh darah melalui gambar yang bergerak. Sehingga memungkinkan dokter untuk menegakkan diagnosis dengan lebih akurat dan menentukan tatalaksana yang tepat,” papar dr Kevin.
dr Kevin menjelaskan DSA merupakan prosedur minimal invasif dan memiliki risiko relaitf minim dibandingkan tindakan operasi. Adapun salah satu risiko yang paling umum, yaitu perdarahan maupun infeksi pada lokasi memasukkan kateter.
“Tetapi dengan metode yang tepat dan dengan penanganan yang baik, risiko-risiko tersebut dapat diminimalisir,” tuturnya.
Penerapan Metode DSA pada Anak-anak
Stroke yang kerap terjadi di usia muda adalah stroke hemoragik tipe subarachnoid. Stroke jenis ini kerap terjadi karena pecahnya aneurisma pada pembuluh darah otak. Seperti diketahui, kelainan pada pembuluh darah tidak mengenal batasan usia, bahkan anak-anak pun bisa mengalaminya.
“Jadi pada pemeriksaan DSA tidak ada batasan usia. Namun, pada anak-anak biasanya akan dilakukan pembiusan secara umum agar pasien tidak bergerak selama prosedur berlangsung,” ungkap dr Kevin.
Mengacu pada standar yang ditetapkan Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan Amerika Serikat (FDA), anestesi umum dapat dilakukan pada anak berusia minimal 3 tahun.
Klik halaman selanjutnya >>>
Simak Video “Mengenal Jenis Penyakit Stroke dan Penyebabnya“
[Gambas:Video 20detik]