Jakarta –
Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah membahas mengenai sikap menjadi ‘Sahabat Pengadilan’ atau Amicus Curiae bagi Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini menjadi ‘secercah cahaya di tengah kegelapan hukum dan demokrasi’, menggambarkan kepedulian terhadap hukum dan demokrasi yang sedang terjadi.
Sikap tersebut dijelaskan karena sikap Megawati Soekarnoputri dan para mahasiswa, akademisi, budayawan hingga agamawan yang mengajukan diri menjadi ‘Sahabat Pengadilan’ bagi MK yang menunjukkan besarnya kepedulian banyak pihak terhadap lembaga negara pengawal konstitusi itu.
“Saat praktik bernegara menunjukkan gejala penguasa melakukan abuse of power dengan berupaya mengakali konstitusi untuk melanggengkan kekuasaannya maka konsistensi para pemimpin bangsa yang merupakan negarawan sejati yang taat pada konstitusi ibarat secercah cahaya di tengah kegelapan hukum dan demokrasi,” ujar Basarah dalam keterangan tertulis, Kamis (18/4/2024).
Basarah juga mengungkapkan pilihan Megawati dalam kapasitasnya sebagai seorang warga negara menjadi Amicus Curiae dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilu Pilpres 2024 di MK menunjukkan kualitas kesadaran bernegaranya yang selalu taat pada konstitusi.
“Sikap itu sekaligus sebagai bentuk dukungan agar penyelesaian sengketa politik dalam Pemilu 2024 diselesaikan lewat jalur hukum di MK dan bukan melalui jalan lain di luar koridor konstitusi. Hal itu juga merupakan wujud kenegarawanannya yang taat pada nilai demokrasi dan hukum,” ungkapnya.
Basarah mengatakan, sikap yang diambil Megawati sejak dulu sejalan antara perkataan dengan perbuatan. Ketika melawan rezim Orde Baru, Megawati mendukung pembentukan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) untuk memperjuangkan hak-hak politiknya.
Begitu pun saat melawan kezaliman pada saat ini, lanjutnya, Megawati sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan tidak pernah mengarahkan apalagi menginstruksikan kader-kadernya untuk melakukan aksi demonstrasi di jalan, sejak sidang perkara PHPU 2024 digelar di MK.
“Sikap itu memperlihatkan konsistensi perjuangan Ibu Megawati sebagai tokoh bangsa yang selalu berpedoman pada prinsip negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum dan etika. Hingga kini, Ibu Megawati juga masih percaya Mahkamah Konstitusi yang dibentuk pada Agustus 2003 saat dirinya menjadi Presiden masih tetap menjaga kredibilitasnya sebagai ‘Penjaga Konstitusi’,” ujarnya.
Basarah juga mengatakan, banyaknya pihak yang mengajukan diri sebagai ‘Sahabat Pengadilan’ jangan dianggap sebagai langkah mengintervensi para hakim MK.
Menurut Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Diponegoro itu, Amicus Curiae atau ‘Sahabat Pengadilan’ adalah praktik lazim dalam hukum Indonesia yang keberadaan dan urgensinya diatur dalam berbagai landasan hukum.
Terkait dengan keberadaan ‘Sahabat Pengadilan’, Basarah menegaskan, dalam UUD 1945, Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan bahkan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi sendiri memberikan ruang partisipasi melalui opini hukum atau pendapat hukum bagi masyarakat untuk terlibat dalam penyelesaian suatu perkara yang menyita perhatian dan berdimensi kepentingan publik (Public Interest).
Di sisi lain, Basarah juga menjelaskan, Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara pengawal konstitusi memiliki kekuasaan kehakiman yang merdeka sebagaimana dijamin UUD NRI 1945.
Kemudian dirinya merujuk pada Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 2 UU 24 Tahun 2003 tentang MK yang menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Basarah yang juga pengajar Program Doktor di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta itu juga menambahkan, dalam Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman juga menyebutkan bahwa Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
“Berbagai landasan hukum tersebut menunjukkan pengadilan bukan sekedar menegakkan hukum, tapi juga keadilan. Keadilan yang wajib ditegakkan pengadilan adalah keadilan dari masyarakat. Bukan sekedar di ruang persidangan. Maka, pengadilan perlu membuka diri atas berbagai pandangan dan pendapat hukum dari masyarakat, meskipun kewenangan putusan sepenuhnya di tangan hakim. Dengan adanya para ‘Sahabat Pengadilan’ justru akan menambah bobot keyakinan hakim saat mengambil keputusan untuk kepentingan bangsa dan negara,” ujar Basarah.
Sebagi sebuah produk hukum, putusan MK juga harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila sebagai norma dasar (grundnorm), di mana tujuan pembentukan hukum harus menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bukan bagi sekelompok orang saja.
Basarah berharap para hakim MK bisa memecah kebuntuan dan mengedepankan prinsip keadilan substansial dalam memutuskan sengketa Pilpres 2024 tanpa kehilangan independensi dan imparsialitasnya.
“Selain untuk kepentingan tegaknya keadilan substantif dalam sengketa Pilpres 2024 di MK, maka pesan lain yang tersirat adalah berbondong-bondongnya masyarakat menjadi ‘Sahabat Pengadilan’ sesungguhnya merupakan bentuk peringatan bagi penguasa untuk tidak kembali melakukan praktik abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan yang dapat mencederai nilai demokrasi dan etika politik dalam perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak nasional yang sebentar lagi akan diselenggarakan,” ujarnya yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan itu.
(ega/ega)