
Jakarta –
Truk over dimension over load (ODOL) kerap menjadi pemicu kecelakaan maut. Praktik truk ODOL ini membuat kinerja rem menjadi lebih berat.
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mencontohkan, kasus truk trailer di Bekasi. Truk itu membawa muatan 50 ton dengan berat keseluruhan mencapai 70 ton.
“Pengemudi berani membawa dengan kendaraan 260 PS yang hanya memiliki kemampuan dan sistem pengereman yang pada kondisi barunya saja didesain untuk berat total 45 ton,” kata Plt Ketua Subkomite Lalu Lintas Angkutan Jalan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Wildan, bukan sopirnya yang berani, tapi pengemudi tersebut tidak memiliki pengetahuan akan akibat yang ditimbulkan.
“Pengemudi melakukan perbuatan over loading ini bukan karena dia seorang pemberani melainkan dia tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang power weight to ratio, risiko apa saja yang akan dihadapi ketika dia melakukan itu. Itulah sebabnya, KNKT menyarankan agar dalam pemberantasan truk ODOL, selain upaya penegakan hukum, Pemerintah juga melakukan edukasi kepada pengemudi yang diawali dengan membuat sekolah mengemudi bagi pengemudi bus dan truk,” katanya.
Wildan membandingkan profesi ‘pengemudi’ di moda transportasi lainnya. Misalnya pilot untuk pesawat, nakhoda untuk kapal laut, dan masinis untuk kereta api, semuanya harus melalui rangkaian pendidikan dan pelatihan sebelum mengoperasikan kendaraannya. Sedangkan pengemudi truk tidak melalui pendidikan dan pelatihan untuk membawa kendaraan besar dan berat.
“Sekolah Mengemudi wajib diadakan untuk mendapatkan pengemudi yang profesional dan Diklat Pengemudi untuk pengemudi sekarang agar lebih berkualitas. Tentunya harus disertai dengan upah minimal yang mensejahterakan agar dalam mengoperasikan kendaraan dengan nyaman dan aman,” ujarnya.
(rgr/din)