![](https://i0.wp.com/awsimages.detik.net.id/api/wm/2025/02/06/yusril-ihza-mahendra_169.jpeg?wid=54&w=650&v=1&t=jpeg&w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Jakarta –
Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan belum ada aturan terkait pertukaran narapidana antarnegara di Indonesia. Padahal, menurut dia, telah ada arahan Presiden Prabowo untuk memindahkan sejumlah narapidana.
“Mengenai pemindahan atau pertukaran narapidana ini diamanatkan oleh Undang-Undang Pemasyarakatan harus diatur dalam UU sendiri, yang sampai hari ini UU-nya belum ada,” kata Yusril dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI, Selasa (11/2/2025).
“Dalam 3 bulan pemerintahan baru ini atas arahan dari Bapak Presiden kita berupaya menyelesaikan berbagai persoalan terkait transfer of prisoners dan juga kaitannya dengan exchange prisoners dengan negara-negara lain,” tambahnya.
Sejauh ini kebijakan transfer narapidana dijalankan berdasarkan diskresi Presiden, dengan mempertimbangkan aspek hubungan internasional. kerja sama dengan negara-negara tetangga, serta prinsip-prinsip dalam berbagai pakta kemanusiaan.
“Sehingga presiden mengambil keputusan mengenai soal ini adalah suatu diskresi dari kebijakan presiden dengan pertimbangan-pertimbangan dengan hubungan baik dengan negara-negara lain dan negara-negara tetangga,” tuturnya.
Yusril mengatakan perihal pemindahan narapidana diurus oleh pihaknya. Dan sejauh ini pemindahan narapidana bisa dijalankan dengan baik.
“Jadi ini untuk sementara waktu ditarik di Kemenko dan alhamdulillah bisa dilaksanakan dengan sebaiknya baik-baiknya beberapa langkah untuk menyelesaikan pemindahan narapidana ke negara yang lain,” katanya
Terkait hal tersebut, Menkum Supratman Andi Agtas juga pernah berbicara soal rencana pembuatan undang-undang terkait transfer narapidana WNA. Dia mengatakan terobosan ini perlu kerja sama yang baik antarkementerian.
Hal itu disampaikan dalam sambutannya di Poltekim, Kota Tangerang, Senin (16/12/2024). Awalnya dia mengatakan pentingnya kolaborasi antara kementerian di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Dia mengakui setelah terjadinya pemisahan kementerian ada kebijakan yang beririsan.
“Kita punya kebijakan yang beririsan. Salah satu contoh kemarin, kami bersama-sama dengan Kementerian Imipas, bersama dengan Kementerian HAM, bersama dengan Pak Menko, Kapolri, dan Jaksa Agung yang merumuskan kebijakan terkait dengan pemberian amnesti,” ujar Supratman.
Supratman menerangkan, berdasarkan perpres, Kementerian Hukum ditugasi untuk mengurus grasi, amnesti, hingga abolisi. Namun, menurut dia, eksekusinya berada di tangan Kementerian Imipas. Termasuk dengan pemberian amnesti yang juga peranan dari Kementerian HAM.
Dia kemudian mencontohkan soal perjanjian transfer narapidana WNA. Dia mengatakan ke depan ingin membuat undang-undang untuk mengatur transfer napi WNA.
“Sebagai contoh, terkait dengan perjanjian transfer. Sekalipun nanti ke depan kita punya keinginan untuk membuat undang-undang, baik undang-undang tentang grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi, tetapi juga kita akan membuat regulasi di luar mutual legal assistance antara dua negara sahabat, sedapat mungkin ini bisa kita wujudkan undang-undang tentang transfer narapidana,” jelasnya.
(ial/azh)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu