Jakarta –
Kepolisian baru-baru ini mengungkap kasus pemalsuan surat izin mengemudi (SIM). Modus pemalsuan SIM ini menawarkan jasa bikin SIM secara online (daring).
Kapolres Gunung Mas Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) AKBP Theodorus Priyo Santosa meminta masyarakat mewaspadai penawaran jasa pembuatan SIM yang ditawarkan secara online. Sebab, ada kasus penipuan yang baru saja diungkap.
“Kami baru saja menangkap NW (39) dan MPR (30), pasangan suami istri yang menikah siri, yang diduga pelaku pemalsuan SIM,” katanya seperti dikutip Antara.
Menurutnya, awalnya Satlantas melaksanakan sosialisasi Operasi Telabang 2024 di Kuala Kurun, pada Selasa (22/10). Saat itu ada kendaraan yang melintas, yang dikendarai oleh Selwi Laut. Petugas kemudian menanyakan SIM kepada Selwi yang kemudian ditunjukkan SIM B II Umum. Namun, ditemukan kejanggalan pada SIM tersebut.
“Saat itu personel yang memeriksa SIM tersebut menemukan beberapa kejanggalan,” katanya.
Kejanggalan yang dimaksud antara lain warna SIM yang agak buram serta tidak sesuai dengan SIM asli. Selain itu, kode Satuan Penyelenggaraan Administrasi (Satpas) Satlantas Polres Gumas juga tidak sesuai, serta barcode lebih besar dan berbeda dengan barcode yang tertera di SIM asli.
Dari pengakuan Selwi, dia membuat SIM dengan memanfaatkan jasa pembuatan SIM online yang ditawarkan oleh salah satu akun di media sosial. Selanjutnya Satreskrim Polres Gumas melakukan penyelidikan terhadap dugaan pemalsuan SIM tersebut.
“Setelah dilakukan penyelidikan, diduga pelaku berada di Kudus, Jateng. Pada Minggu (27/10), Tim Satreskrim Polres Gumas berangkat menuju lokasi yang dimaksud,” katanya.
Satreskrim Polres Gumas, yang mendapat ‘back up’ dari Resmob Polda Jateng dan Polres Kudus, kemudian mendeteksi rumah pelaku. Saat tim gabungan melakukan penggerebekan, pelaku sedang berada di rumah disertai sejumlah barang bukti.
Barang bukti itu antara lain printer, mesin laminating, laptop, keyboard, plastik laminasi pelangi ukuran besar dan kecil, belasan lembar SIM palsu yang sudah dicetak, dan lainnya.
Menurut pengakuan pelaku pemalsuan SIM, mereka menawarkan jasa pembuatan SIM secara online di media sosial (medsos). Korban diiming-imingi langsung mendapatkan SIM tanpa harus mengikuti ujian. Korban hanya diminta mengirimkan foto setengah badan, foto KTP dan foto tanda tangan ke nomor WhatsApp yang sudah mereka cantumkan di media sosial.
Tarif pembuatan SIM palsu ini bervariasi, mulai dari Rp 500 ribu hingga Rp 1,1 juta tergantung jenis SIM. Tarif juga bisa dinego. Korbannya berasal dari berbagai provinsi di Indonesia.
“Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 263 ayat (1) KUHPidana tentang pemalsuan surat, dengan ancaman hukuman penjara paling lama enam tahun,” kata Theodorus.
(rgr/din)