Jakarta –
Industri otomotif bakal menantang tahun depan, sebab bakal dihadapi dengan berbagai kenaikan pajak. Isuzu, sebagai salah satu merek yang aktif di kendaraan niaga mewanti-wanti imbas kenaikan pajak.
“Jadi kita tetap menunggu atau mengikuti, men-support government policy apapun itu. Walaupun dari sisi bisnis kita tahu juga ada banyak argumen untuk itu. Tapi ya kami pada posisi untuk mengikuti dan men-support regulasi pemerintah,” kata Presiden Direktur PT IAMI, Yusak Kristian, di Pluit, Jakarta Utara, belum lama ini.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bakal naik dari 11% menjadi 12% di 2025. Satu hal yang dipastikan terjadi saat peningkatan tarif PPN, maka biaya produksi dan konsumsi juga terkerek naik.
“Kita tahu bahwa Januari akan ada beberapa ini (kenaikan pajak) ya, satu option (opsen pajak)tadi, kemudian PPN pun akan naik. Ya tentu, secara logis itu akan mempengaruhi total daya beli atau pergerakan perekonomian,” ujar Yusak.
Bukan cuma PPN, tahun depan ada potensi kenaikan pajak dari bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB). Perubahan aturan pajak itu tercantum pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).
“Tapi kita berharap mudah-mudahan pengusaha pun punya mitigasi dan mengantisipasi hal ini dengan baik sehingga tidak terlalu drop. Itu sih yang kita harapkan,” tambahnya lagi.
Indikator terkait pelemahan daya beli masyarakat disebut relatif masih terjadi dalam sektor otomotif. Hal ini tercermin dari kapasitas produksi kendaraan roda empat di Indonesia mencapai 2,1 juta unit setahun. Namun, realisasi penjualannya hanya 1 juta unit. Bahkan, tahun ini anjlok ke 800 ribuan unit.
Yusak menambahkan soal target tahun depan, jika kenaikan pajak tetap dijalankan, pihaknya tidak muluk-muluk supaya penjualannya tidak turun.
“Jadi tahun depan tidak turun. Jadi mudah-mudahan masih bisa dipertahankan flat. Karena tahun ini pun kan terkontraksi agak dalam,” ungkapnya.
“Jadi mudah-mudahan tahun depan ada berbagai pergerakan yang bisa menjaga itu tidak terlalu turun.”
“Tahun depan kan sebetulnya tidak ada yang ditunggu karena kita sudah punya new president. Kemudian kementerian kabinet sudah terbentuk, jadi harusnya sudah bisa lebih firm dari awal. Kita berharap bahwa tidak ada waiting time period di tahun depan,” ungkapnya lagi.
(riar/din)