Jakarta –
Ramai informasi di lini masa menyebutkan kasus demam berdarah dengue (DBD) di Brasil melonjak hingga 400 persen imbas program pemberantasan DBD yang didanai Bill Gates. Faktanya, hal tersebut keliru.
AFP melaporkan juru bicara Oxitec, perusahaan bioteknologi yang mendapatkan dana dari Gates Foundation untuk mengembangkan dan melepaskan nyamuk tersebut memastikan bahwa nyamuk dengan rekayasa genetika yang dilepaskan di Brasil hanya berjenis kelamin jantan, alias tidak bisa menggigit manusia. Secara ilmiah, mustahil penyebaran penyakit akibat nyamuk tersebut terjadi.
Nyamuk jantan tersebut memiliki ‘self-limiting gene’, saat kawin dengan nyamuk betina keturunannya tidak akan bertahan hidup hingga dewasa. Dengan begitu akan mengurangi populasi nyamuk betina yang dapat menggigit, yang otomatis juga memangkas jumlah penyebaran penyakit.
Tren DBD di Brasil
Dikutip dari The Telegraph, wabah DBD yang diperkirakan bakal mencapai rekor tertinggi di Brasil memicu banyak fasilitas kesehatan kewalahan. Pada kota-kota besar Brasil, rumah sakit dan dokter ‘ketar-ketir’ menghadapi lebih dari 1,5 juta orang yang terkena DBD.
Campinas, sebuah kota sekitar berjarak 470 kilometer dari barat laut São Paulo, menghadapi kondisi mengkhawatirkan. Dokter di ruang gawat darurat wilayah tersebut, Prof André Ribas Freitas mengatakan situasinya bahkan saat ini ‘kritis’.
“Ruang gawat darurat kewalahan, ada terlalu banyak pasien sehingga ada penundaan yang lama untuk konsultasi medis,” katanya. “Situasi di sini jauh lebih buruk dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.”
Thais dos Santos, penasihat di Organisasi Kesehatan Pan Amerika (PAHO), mengatakan epidemi ini unik.
“Cara pertumbuhan kurva epidemi di awal tahun benar-benar memprihatinkan, kurva ini berkembang jauh lebih cepat dari yang biasanya kita lihat,” katanya.
Rekor DBD di Brasil sebelumnya tercatat pada 2023, ketika 4,5 juta kasus dilaporkan. Para ahli epidemiologi memperkirakan jumlah kasus demam berdarah di tahun ini akan meningkat dua kali lipat melampaui jumlah tersebut.
Dr Julio Henrique Rosa Croda, dokter dan profesor di Fakultas Kedokteran UFMS dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Yale, mengatakan bahwa beberapa rumah sakit, yang sebagian besar berbasis di ibu kota, juga sudah banyak yang kewalahan.
“Pasien di tempat-tempat seperti Brasilia menderita, mereka menunggu enam jam untuk dilayani di ibu kota negara dan kita bahkan belum mencapai puncak penyakitnya,” kata Dr Croda.
NEXT: Pemicu DBD di Brasil ‘Menggila