
Jakarta –
Lebaran di Indonesia identik dengan saling berbagi makanan antarkeluarga, teman atau kerabat. Ternyata tradisi ini sudah berlangsung sejak masa kerajaan abad ke-16. Begini kisahnya.
Banyak persiapan dilakukan jelang Lebaran. Tak hanya menyiapkan suguhan kue kering, bekal mudik, tapi juga hampers atau bingkisan yang akan dibagikan ke orang-orang terdekat.
Biasanya bingkisan tersebut berupa makanan yang dapat dinikmati ramai-ramai oleh si penerima untuk hari raya Lebaran. Tradisi ini bisa ditemukan di hampir setiap wilayah di Indonesia menjelang Hari Raya.
Menariknya, tradisi ini tak hanya dilakukan oleh sesama umat Islam saja, tapi juga umat agama lain. Lalu, jika dalam sebuah kawasan tempat tinggal, orang-orangnya menganut berbagai kepercayaan dan berasal dari berbagai suku, maka masing-masing pemilik rumah kerap kali memasak hidangan khas daerahnya.
Tradisi sejak abad ke-16
Tradisi berbagi makanan saat Hari Raya bisa ditelusuri dari tradisi hantaran yang sudah ada sejak masa kerajaan abad ke-16. Foto: Instagram gnfi
|
Mengutip Instagram Good News From Indonesia (24/3/2025), tradisi berbagi makanan saat Hari Raya bisa ditelusuri dari tradisi hantaran yang sudah ada sejak masa kerajaan abad ke-16.
Masyarakat zaman dulu memiliki tradisi menghantarkan hasil bumi untuk raja. Ketika raja mengadakan pesta panen, hasil olahan dan berbagai macam makanan serta kue akan dibawa pulang oleh rakyatnya sendiri.
Lanjut ketika masa kolonial, ada tradisi saling membalas hantaran Lebaran yang diberikan dalam wadah rantang. Orang yang menerima biasanya akan merasa tidak enak jika mengembalikan rantang dalam kondisi kosong.
Alhasil, mereka akan membalas dengan memberikan kembali rantang tersebut berisi makanan. Jadi, secara sosial-budaya, rantang memiliki arti simbolik sebagai perekat hubungan antartetangga atau kerabat.
Mengutip Antara News, sejarawan kuliner, Fadly Rahman mengatakan, makanan yang kerap diberikan dalam rantang adalah ketupat, opor, kari, rendang, hingga kue basah tradisional.
Fadly menyebut tradisi hantaran berupa tukar rantang ini juga menunjukkan kekhasan masyarakat agraris. “Ketika dikirimi dalam bentuk rantang, secara spontan kita akan membalasnya. ‘Ah, malu kalau kita mengembalikan dalam kondisi kosong’. Lalu kita akan mengisinya kembali dengan makanan-makanan,” ujarnya.
Pergeseran bentuk bingkisan
Pada masa kolonial, bingkisan Lebaran berupa kue kering juga mulai dikenal. Bingkisan ini diberikan oleh keluarga Eropa untuk keluarga pribumi priyayi.
Jenisnya ada nastar, kastengel, lidah kucing, dan putri salju yang dikemas dalam stoples. Bentuk bingkisan ini bisa dibilang sebagai cikal bakal bingkisan makanan Lebaran yang populer pada era modern.
Hanya saja kini bentuk bingkisannya lebih beragam, berupa hampers dan parsel yang juga lebih estetik. Isinya cenderung berupa barang atau makanan siap konsumsi.
Memberikan bingkisan Lebaran merupakan tanda ucapan terima kasih atau ucapan Hari Raya kepada kerabat, tanpa mengharap balasan atau tanpa saling bertukar.
Di berbagai daerah Indonesia ada tradisi berbagi makanan. Baca halaman selanjutnya.