Jakarta –
Para arkeolog di Israel menemukan sisa-sisa masjid kuno yang diyakini berasal dari dekade awal Islam, selama penggalian di kota Tiberias pada tahun 2014.
Fondasi masjid, yang digali tepat di sebelah selatan Laut Galilea oleh Hebrew University of Jerusalem, menunjukkan bahwa pembangunannya kira-kira satu generasi setelah wafatnya Nabi Muhammad, menjadikannya salah satu rumah ibadah Muslim paling awal yang dipelajari oleh arkeolog.
“Kami mengetahui banyak masjid awal yang didirikan tepat pada awal periode Islam,” kata Katia Cytryn-Silverman, spesialis arkeologi Islam di Hebrew University yang memimpin penggalian, dikutip dari The Guardian.
Masjid-masjid lain yang berasal dari masa yang sama, seperti Masjid Nabawi di Madinah, Masjid Agung Damaskus, dan Masjid al-Aqsa di Yerusalem, masih digunakan sampai sekarang dan tidak dapat dirusak oleh para arkeolog.
Cytryn-Silverman mengatakan penggalian masjid Tiberian memberikan kesempatan langka untuk mempelajari arsitektur rumah ibadah Muslim, dan temuan tersebut menunjukkan adanya toleransi terhadap agama lain di kalangan para pemimpin Islam awal.
Ketika masjid ini dibangun sekitar tahun 670 M, Tiberias telah menjadi kota yang diperintah Muslim selama beberapa dekade. Dinamakan berdasarkan nama kaisar kedua Roma pada sekitar tahun 20 M, kota ini merupakan pusat utama kehidupan dan pembelajaran Yahudi selama hampir lima abad.
Sebelum ditaklukkan oleh tentara Muslim pada tahun 635, kota Bizantium adalah rumah bagi salah satu konstelasi situs suci Kristen yang tersebar di garis pantai Laut Galilea.
Di bawah pemerintahan Muslim, Tiberias menjadi ibu kota provinsi pada awal kerajaan Islam dan semakin terkenal. Para khalifah awal membangun istana di pinggiran danau. Namun hingga saat ini, hanya sedikit yang diketahui tentang masa lalu Muslim awal di kota ini.
Gideon Avni, kepala arkeolog di Israel Antiquities Authority yang tidak terlibat dalam penggalian tersebut, mengatakan bahwa penemuan ini membantu menyelesaikan perdebatan ilmiah tentang kapan masjid mulai menstandardisasi desainnya, menghadap ke arah Makkah. “Dalam temuan arkeologis, sangat jarang ditemukan masjid-masjid awal,” ujarnya.
Pandemi virus Corona tahun 2020-2022 telah menghentikan penggalian, dan rumput Galilea yang subur, tumbuh-tumbuhan, dan rumput liar tumbuh di atas reruntuhan. Hebrew University dan mitranya di German Protestant Institute of Archaeology telah memulai kembali penggalian.
Penggalian awal situs tersebut pada tahun 1950-an membuat para ahli percaya bahwa bangunan tersebut adalah pasar Bizantium yang kemudian digunakan sebagai masjid. Namun penggalian Cytryn-Silverman menggali lebih dalam hingga ke bawah lantai.
Koin dan keramik yang terletak di dasar fondasi yang dibuat dengan kasar membantu memperkirakan usianya sekitar 660-680 M, hampir satu generasi setelah kota tersebut direbut. Dimensi bangunan, denah berpilar, dan kiblat, atau relung salat, sangat mirip dengan masjid-masjid lain pada masa itu.
Situs tersebut telah ditumbuhi tanaman ketika penggalian tertunda akibat pandemi Corona. Foto: David Silverman and Yuval Nadel via The Guardian
|
Harmoni dalam Keberagaman
Avni mengatakan bahwa sejak lama para akademisi tidak yakin dengan apa yang terjadi pada kota-kota di Levant dan Mesopotamia yang ditaklukkan umat Islam pada awal abad ketujuh.
“Pendapat-pendapat sebelumnya mengatakan ada proses penaklukan, penghancuran, dan kehancuran. Namun saat ini para arkeolog memahami bahwa ada proses yang cukup bertahap, dan di Tiberias Anda bisa melihatnya,” ujarnya.
Masjid pertama yang dibangun di kota yang baru ditaklukkan ini berdiri berdampingan dengan sinagoga lokal dan gereja Bizantium yang mendominasi cakrawala.
Fase paling awal dari masjid ini lebih sederhana dibandingkan struktur yang lebih besar dan megah yang menggantikannya setengah abad kemudian, kata Cytryn-Silverman.
“Setidaknya sampai masjid monumental ini didirikan pada abad kedelapan, gereja terus menjadi bangunan utama di Tiberias,” sebutnya.
Dia mengatakan hal ini mendukung gagasan bahwa para penguasa Muslim awal yang memerintah populasi non-Muslim mengadopsi pendekatan toleran terhadap agama lain, sehingga memungkinkan adanya zaman keemasan semua agama harmonis hidup berdampingan.
“Anda lihat bahwa awal pemerintahan Islam di sini sangat menghormati penduduk yang merupakan penduduk utama kota ini: Kristen, Yahudi, Samaria,” kata Cytryn-Silverman.
“Mereka tidak terburu-buru untuk mewujudkan kehadirannya di gedung-gedung. Mereka tidak menghancurkan rumah ibadah orang lain, namun mereka benar-benar menyesuaikan diri dengan masyarakat tempat mereka menjadi pemimpinnya,” tutupnya.
Simak Video “Fakta Temuan Manik-manik Berusia 11 Ribu Tahun “
[Gambas:Video 20detik]
(rns/rns)