Jakarta –
Kasus flu Singapura atau Hand, Foot, and Mouth Disease (HFMD) di Indonesia tengah mengalami peningkatan secara signifikan. Berdasarkan laporan data Kementerian Kesehatan RI pada minggu ke-11 di 2024, tercatat ada lebih dari 5 ribu pasien yang terinfeksi flu Singapura.
Dari total tersebut, sebanyak 738 kasus di antaranya tercatat dari provinsi Banten.
“Januari sampai Maret 2024 Ini juga laporan dari Dinas Kesehatan. Banten dan baru-baru ini juga ada berita kita peroleh bahwa ada 14 kasus suspek seluruh flu Singapura di Depok. Nah ini dari Dinas Kesehatan Depok dan 10 orang di antaranya dirawat di satu rumah sakit,” imbuh dokter spesialis paru sekaligus Ketua Satgas COVID PB IDI & Anggota Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Menular PB IDI, Prof Dr dr Erlina Burhan dalam konferensi pers, Rabu (28/3/2024).
dr Erlina menjelaskan pada dasarnya penyakit ini dapat menyerang anak-anak maupun dewasa. Namun kasus yang paling sering dilaporkan terjadi pada anak-anak. Adapun flu Singapura ini umumnya disebabkan oleh strain coxsackievirus dan yang paling sering adalah jenis A16.
“Ada juga kasus-kasus yang disebabkan oleh Enterovirus 71 atau EV-A71, tapi ini sangat jarang ditemukan. Jadi umumnya adalah coxsackievirus A16,” tuturnya lagi.
Sebagaimana diketahui istilah flu Singapura adalah sebutan awam untuk HFMD, dan tidak terkait virus influenza. HFMD disebabkan oleh coxsackievirus.
Bagaimana cara penularannya?
dr Erlina mengatakan terdapat sejumlah faktor risiko yang menjadi cara penularan coxsackievirus atau virus penyebab flu Singapura ini. Pertama adalah faktor risiko usia, kebanyakan kasus yang terjadi pada anak-anak kerap kali menjadi sumber penularan virus.
“Anak-anak adalah sebagai sumber penularan virus, karena memang anak-anak ini banyak yang terserang dan perlu juga kita ketahui bahwa semakin kurang baik kondisi sosial ekonominya pada anak dan balita tersebut, maka kemungkinan untuk terinfeksi akan lebih cepat,” tuturnya.
“Bagi anak-anak yang terinfeksi tetapi tidak mengeluarkan gejala atau tidak ada gejala artinya tidak ada lenting tidak ada nyeri tenggorok, tidak ada pilek, ini akan virusnya dikeluarkan melalui feses,” tuturnya lagi.
dr Erlina menjelaskan virus dapat ditemukan di feses dan dapat bertahan beberapa minggu. Menurutnya hal ini tentu berperan sebagai sumber penularan virus.
“Jadi biasanya pada saat cebok, cuci tangannya tidak bersih atau mungkin orang lain yang merabanya ya, mungkin dari pampers atau lain sebagainya,” lanjutnya.
“Kemudian tangan tidak bersih dicuci lalu pegang makanan masuk ke mulut, dan inilah yang kemudian bisa menemukan terjadi penularannya di mana coxsackievirus ini ditemukan, biasanya pada permukaan air, bisa pada limbah pada tanah dan juga pada sayuran mentah dan juga kerang,” sambungnya lagi.
Penularan utamanya, lanjut dr Erlina, melalui makanan dan kotoran manusia atau disebut juga sebagai fekal oral. Hal ini terjadi saat seseorang menyentuh benda atau permukaan yang terkontaminasi virus tanpa mencuci tangan, kemudian menyebabkan virus tersebut masuk melalui makanan.
Selain itu, virus juga dapat menyebar melalui droplet ketika batuk, bersin, dan berbicara.
“Jadi karena memang virusnya juga bisa ada di rongga mulut dan bahkan sampai ke saluran napas maka tentu saja pada saat batuk, bersin dan bicara ada droplet yang keluar dan droplet ini mengandung virus coxsackie tadi,” sambungnya.
“Atau bisa terjadi kontak langsung karena ada luka dan cairan tubuh penderita, dan semakin buruk sanitasi maka semakin tinggi tingkat kontaminasi dan laju infeksi,” katanya lagi.
Simak Video “Kasus Flu Singapura di RI Naik, Ini yang Perlu Kamu Tahu!“
[Gambas:Video 20detik]
(suc/suc)