Jakarta –
Terdakwa pemburu badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) di Ujungjaya, Banten, Sahru, mengungkapkan cara melakukan perburuan. Sahru mengaku menembak mati badak jawa dari jarak 10 meter.
Sahru menyampaikan saat menjadi saksi atas terdakwa Sayudin, Leli, dan Karip di Pengadilan Negeri Pandeglang, Senin (9/10/2024) malam. Mulanya, jaksa bertanya kepada Sahru dari jarak berapa meter ia menembak badak jawa.
“Jarak berapa meter saudara melakukan penembakan?” jaksa bertanya kepada Sahru.
“10 sampai 15 meteran” Sahru menjawab.
Dalam mencari keberadaan satwa endemik yang dilindungi itu, Sahru dan geng menelusuri jejak badak di kawasan Semenanjung Ujung Kulon. Setelah melihat badak, Sahru kemudian menembak mati badak cula satu itu dengan senjata api jenis locok.
“Dilihat jejak badaknya, terus ditelusuri,” kata dia.
Tak hanya menembak, Sahru juga berperan untuk menggorok leher badak. Cara itu dilakukan untuk memastikan badak jawa mati. Sementara itu, rekan kelompoknya bertugas memotong cula badak lalu mengambilnya untuk diperjualbelikan.
“Berapa lama menelusuri jejak badak,” jaksa bertanya lagi.
“Kadang-kadang setengah hari, kadang sampai sore,” kata Sahru.
Sahru mengaku mendapatkan senjata api dari hasil membeli. Senjata itu dibeli dengan cara iuran bersama dengan terdakwa lain bernama Karip dan Leli.
“Patungan, uang saya, Karip sama Leli,” kata Sahru.
Aksi perburuan itu dilakukan oleh Sahru dari 2018-2022. Pada 2018, ia mengaku berburu bersama dengan Rahmat yang masih jadi buron. Kemudian, mulai 2019 sampai 2022, Sahru berburu bersama dengan terdakwa Leli, Sayudin dan Karip. Total ada enam ekor badak Jawa yang mati di tangan kelompok Sahru.
Sahru mengaku menjual cula badak hasil perburuan liar itu kepada Saman, ayah dari terpidana Yogi Purwadi. Uang hasil penjualan, kata Sahru, dibagi kepada semua anggota kelompoknya.
Sahru mendapatkan keuntungan sebesar Rp 599 juta dari hasil penjualan cula sejak 2018 sampai 2022.
Dalam persidangan lain yang juga menggelar sidang tentang perburuan badak jawa di TNUK, yang digelar 3 Desember, di Kejari Pandeglang, terpidana Sunendi mengungkapkan perburuan itu dilakukan berkelompok. Dia tergabung dalam kelompok yang sama dengan Sahru.
Bersama dengan kelompoknya, Sunendi berperan sebagai eksekutor yang menembak mati badak Jawa. Sementara rekannya terdakwa Atang Damanhuri dan Nurhadi (buron) berperan mengambil dan memotong cula badak mengunakan golok.
“Atang sama Nurhadi motong (cula),” kata Sunendi.
Sunendi juga mengaku mendapatkan keuntungan sebesar Rp 30 juta dari terdakwa Sayudin.
Dalam kasus ini ada enam orang yang dijerat sebagai terdakwa. Mereka adalah Sayudin, Isnen, Atang Damanhuri, Sahru, Leli, dan Karip. Keenamnya merupakan warga Kampung Ciakar, Desa Rancapinang, Kabupaten Pandeglang.
Para pelaku dijerat dengan pasal berlapis mulai Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya serta dijerat Undang-Undang Darurat karena memiliki senjata api dan senjata tajam.
Sahru, Leli, dan Karip dijerat Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat karena memiliki senjata api rakitan. Sementara itu, Sayudin, Isnen, dan Atang dijerat Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Darurat terkait kepemilikan dan mempergunakan senjata tajam.
Tak hanya itu, mereka juga dijerat dengan Pasal 40 ayat 2 juncto Pasal 21 ayat 2 huruf a tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya karena melakukan perburuan terhadap badak Jawa dan mengambil culanya.
Badak jawa yang masuk dalam kategori critically endangered dalam daftar Red List Data Book yang dikeluarkan oleh International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN). Ujung Kulon menjadi satu-satunya habitat yang tersisa bagi badak jawa.
Balai TNUK mengungkap pada 2023 ditemukan kelahiran satu ekor anakan badak jawa, kemudian ditambah satu ekor lagi pada 2024. Dengan 80 ekor pada 2022 maka seharusnya terdapat 82 ekor badak jawa di TNUK.
Sementara itu, kajian Yayasan Auriga Nusantara terhadap populasi badak jawa di TNUK menunjukkan 15 individu hilang dari pemantauan kamera jebak pada 2021 atau Agustus 2022. Auriga melaporkan jumlah badak lebih kecil dari hitungan TNUK.
Auriga menduga perbedaan hitungan itu disebabkan adanya perburuan. Yayasan Auriga menemukan adanya jerat yang mengarah ke mamalia besar serta adanya lubang pada tengkorak badak jantan bernama Samson yang mati pada 2018.
(fem/fem)