Jakarta –
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengungkap kasus penambangan ilegal bijih emas di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Direktur Teknik dan Lingkungan Dirjen Minerba Kementerian ESDM Sunindyo Suryo Hendardi mengatakan modus yang digunakan penambangan ilegal ini adalah menggunakan lubang tambang bawah tanah milik perusahaan tambang berizin yang sedang dalam status perawatan (tidak beroperasi).
“Modus yang digunakan dalam tindak pidana ini adalah memanfaatkan lubang tambang dalam (bawah tanah atau tunnel) yang saat ini statusnya masih dalam pemeliharaan dan tidak memiliki izin operasi produksi,” kata Sunindyo dalam konferensi pers di Kantor Ditjen Minerba, Jakarta Selatan, Sabtu (11/5/2024).
“Dengan alasan pemeliharaan dan perawatan tersebut, pada kegiatan yang ada di tambang bawah tanah tersebut mereka melaksanakan kegiatan produksi yaitu pengambilan bijih emas di lokasi termasuk mengolah dan memurnikan di dalam terowongan tersebut,” jelasnya lagi.
Lebih lanjut, Sunindyo mengatakan para penambangan ilegal ini kemudian langsung melakukan proses pemurnian emas dan pencetakan dalam area tambang. Setelah itu emas tadi dibawa keluar dan dijual dalam bentuk batangan.
“Hasil kejahatan (tambang ilegal) tersebut dilakukan pemurnian dan dibawa keluar dari terowongan tersebut dan dijual dalam bentuk dore atau bullion (batangan) emas,” terangnya.
Meski begitu Sunindyo mengatakan pihaknya belum bisa memastikan berapa jumlah emas yang sudah dicuri serta total kerugian negara. Sebab hingga saat ini pihaknya masih melakukan kajian.
“Untuk melakukan estimasi terhadap volume material yang keluar oleh tersangka kemudian kita melakukan juga penunjukkan terhadap surveyor yang kompeten melakukan pengukuran dan saat ini masih berlangsung kegiatannya,” ucap Sunindyo.
Ia menyebut sejauh ini satu warga negara asing (WNA) sudah terbukti bersalah melakukan pertambangan ilegal, dan puluhan saksi lainnya masih dalam proses pemeriksaan.
“Atas kegiatan ilegal tersebut, tersangka dinyatakan secara terang benderang melakukan kegiatan penambangan tanpa izin sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 158 dengan ancaman hukuman kurungan selama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar,” kata Sunindyo.
“Perkara ini juga sedang dikembangkan menjadi perkara pidana dalam Undang-Undang selain Undang-Undang Minerba,” tambahnya.
(hns/hns)