Pemerintah Indonesia memutuskan memulangkan terpidana mati yang merupakan warga negara Prancis, Serge Areski Atlaoui, ke negara asalnya. Transfer Atlaoui ini akan dilakukan bulan depan.
Proses pemulangan bisa terjadi berkat penandatanganan nota kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Prancis. Disepakati, Atlaoui dipulangkan pada 4 Februari.
“Dan tanggung jawab pemerintah Indonesia adalah mengantarkan yang bersangkutan sampai ke bandara, masuk ke pesawat terbang dan dia dijemput oleh aparat keamanan dari pemerintah Prancis sampai pulang ke negaranya,” kata Menko Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra dalam konferensi pers di kantornya, di Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (24/1/2025).
Tanggung jawab pemerintah Indonesia tuntas setelah Atlaoui dipulangkan. Selebihnya, tanggung jawab atas pidana Atlaoui berpindah ke tangan otoritas Prancis.
Prancis saat ini sepakat vonis mati terhadap Atlaoui diubah menjadi hukuman maksimal 30 tahun penjara. Namun apakah nantinya Presiden Prancis akan memberikan grasi atau amnesti terhadap Atlaoui? itu sepenuhnya hak pemerintah Prancis.
Ahli Kimia di Pabrik Narkoba
Ilustrasi Narkoba Jenis Sabu (Ari/detikcom) |
Atlaoui divonis mati setelah terbukti terlibat dalam kasus pabrik narkoba yang digerebek polisi pada 11 November 2005. Atlaoui disebut sebagai ‘ahli kimia’.
Polisi menyita berton-ton bahan pembuat ekstasi, 148 kilogram sabu, dan sejumlah mesin pembuat ekstasi. Saking besarnya kasus ini pada 2005, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sempat meninjau lokasi karena menjadi pabrik narkoba terbesar ketiga di dunia.
Dalam persidangan, Atlaoui berkukuh dia tidak bersalah. Ia mengklaim sedang memasang mesin di tempat yang ia kira pabrik akrilik.
Pada April 2015, Serge sudah dibawa ke lokasi eksekusi mati. Tapi di menit-menit terakhir, dia diminta balik badan sehingga lolos dari peluru eksekutor.
Dia mendaftarkan perlawanan terhadap keputusan presiden terkait grasi ke Pengadilan Tata Usaha Negara di menit terakhir batas pengajuan, yakni Kamis, 23 April 2015, pukul 16.00 WIB. Hingga kini, Serge Areski, Dorfin Felix, dan tujuh gembong narkoba komplotannya masih hidup di Lapas Nusakambangan, Jawa Tengah.
Mary Jane Dipulangkan ke Filipina
Mary Jane dipulangkan ke Filipina. (AP/Aaron Favila) |
Sebelum Atlaoui, pemerintah Indonesia telah memulangkan terpidana mati dalam kasus penyelundupan narkoba bernama Mary Jane Fiesta Veloso. Mary Jane ditangkap di Bandara Internasional Adisutjipto di Yogyakarta, usai menyembunyikan 2,6 kg heroin di sebuah koper.
Pada Oktober 2010, Pengadilan Negeri Sleman Yogyakarta memberikan vonis hukuman mati kepada Mary. Hari hukuman mati itu jatuh pada 29 April 2015.
Namun detik-detik menjelang ditembak mati, Mary Jane menemukan secercah harapkan. Eksekusinya ditunda.
Kasus Mary Jane ini menjadi perhatian serius pemerintah Filipina. Lobi-lobi dengan pemerintah Indonesia pun dilakukan. Kesepakatan tercapai dengan hasil Mary Jane dipulangkan ke Filipina.
“Saya mengucap syukur dan berterima kasih kepada Tuhan akhirnya doa-doa Mary Jane dijawab hari ini, di mana nanti saya akan kembali ke negara saya, saya yakin dan percaya Tuhan punya rencana indah dalam hidup saya,” kata Mary di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Selasa (17/12/2024).
5 Napi Bali Nine Juga Pulang ke Australia
Narapidana Bali Nine (REUTERS/Daniel Wallis) |
Narapidana gembong narkoba ‘Bali Nine’ telah ditransfer ke negara asal, Australia. Bali Nine adalah warga negara Australia yang ditangkap pada 2005 karena mencoba menyelundupkan heroin keluar dari Indonesia.
Proses pemulangan itu terjadi pada Minggu, 15 Desember 2024. Kelima napi Bali Nine itu yakni Scott Anthony Rush, Mathew James Norman, Si Yi Chen, Michael William Czugaj, dan Martin Eric Stephens.
Sebetulnya, Bali Nine terdiri atas 9 orang. Satu dari sembilan orang itu dibebaskan dari penjara pada 2018.
Sementara, seorang lainnya meninggal karena kanker pada tahun yang sama. Namun pemerintah Indonesia memutuskan eksekusi terhadap dua pemimpin kelompok itu, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, pada 2015.
Eksekusi ini sempat memicu keretakan diplomatik antara Australia dan Indonesia. Australia menarik duta besarnya sebagai protes.
Halaman 2 dari 4
(isa/lir)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu