
Jakarta –
Tradisi Syawalan di beberapa daerah Indonesia cukup unik. Salah satunya di wilayah Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang dimana ada sajian khas bernama kupat jembut.
Kupat jembut namanya terkesan vulgar, tapi hidangan ini merupakan simbol rasa syukur dan kesederhanaan. Makanan ini dijuluki kupat jembut karena disajikan dengan cara dibelah dan di tengahnya diberi isian berupa tauge dan sayur-sayuran.
Pada Rabu (17/4), tradisi Syawalan kupat jembut digelar di sejumlah kampung di Pedurungan, sisi timur Kota Semarang. Salah satunya di Masjid Rhoudotul Muttaqin, Kampung Jaten Cilik.
Selepas subuh, suara kembang api dan tawa anak-anak riuh terdengar di kampung Jaten Cilik. Sementara itu ibu-ibu mulai menata sejumlah nampan berisi kupat jembut dan lepet.
Tradisi Syawalan kupat jembut di Gang 2 Pedurungan Tengah dan Kampung Jaten Cilik, Kota Semarang, Rabu (17/4/2024). Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikJateng
|
Setelah dua jenis makanan khas Syawalan itu didoakan, takmir masjid memanggil anak-anak yang sudah menunggu untuk diberi kupat jembut dan uang.
“Ini lebaran anak-anak juga, membuat mereka senang. Jadi memang digelar seminggu setelah Idul Fitri untuk tradisi Syawalan,” kata Imam Masjid Roudhotul Muttaqin di Kampung Jaten Cilik, Munawir, Rabu (17/4/2024) pagi.
Setelah anak-anak itu menerima pembagian kupat jembut dan uang di masjid, terdengar suara tiang listrik diketuk berkali-kali. Anak-anak itu pun berhamburan menuju sumber suara.
Ternyata, tak jauh dari tiang listrik itu ada sejumlah warga yang juga membagikan kupat jembut dan uang lain. Mereka membuat bunyi-bunyian dengan mengetuk pagar atau tiang, kemudian anak-anak datang menggeruduk, sebagian saling berebut.
Munawir mengatakan tradisi tahunan Syawalan ini dimulai sejak tahun 1950-an, ketika warga Pedurungan pulang dari pengungsian di Demak dan Grobagan setelah perang kemerdekaan.
![]() |
Pada masa itu, kata Munawir, warga masih kesulitan ekonomi sehingga Syawalan dirayakan seadanya dengan ketupat dan sayur tauge. Saat itu warga memukuli alat masak untuk mengundang anak-anak.
“Yang mengungsi dari timur kembali ke sini. Setelah Lebaran ada Lebaran Syawalan, karena kesederhanaan, warga sini membunyikan alat masak untuk memanggil anak-anak untuk diberi ketupat itu,” ujar Munawir.
“Menurut Mbah Haji Samin, kakek saya, (ketupat) isinya hanya sambal kelapa dan tauge. Dulu nggak ada namanya, hanya ketupat yang dibelah tengahnya. Kemudian orang-orang menamai itu, ada yang (menamai) kupat rambut, kupat jembut,” sambung dia.
Salah satu anak di Kampung Jaten Cilik, Hasyid (10) mengaku senang dengan tradisi Syawalan di kampungnya. “Saya nggak dapat ketupatnya, tapi dapat uang. Senang,” ucap dia.
Berbeda dengan tradisi Syawalan di Jaten Cilik yang ditingkahi dengan anak-anak kecil berlarian kesana kemari, di Gang 2 Pedurungan Tengah, kupat jembut dan uang dibagikan secara teratur. Tampak anak-anak berbaris di gang yang sempit.
Anak-anak itu berbaris mengunjungi warga yang sudah menyiapkan ketupat dan juga uang. Tak hanya anak-anak, ada juga beberapa remaja dan ibu-ibu yang ikut antre dalam barisan.
“Ini sudah ada sejak dulu, tradisi Syawalan di daerah sini. Ada yang memandu di sini, kalau rebutan kasihan yang anak-anak,” ujar Ketua RW 1 di Gang 2 Pedurungan Tengah, Wasi Darsono.
Artikel ini sudah tayang di detikjateng dengan judul “Serunya Berebut Kupat Jembut di Syawalan Pedurungan Semarang”
Simak Video “Serunya Berebut Kupat Jembut saat Perayaan Syawalan di Semarang“
[Gambas:Video 20detik]
(yms/odi)