Jakarta –
Suku Dayak Iban terkenal akan kesenian tatonya. Bagi mereka, seni tato adalah menjaga tradisi dan juga menghadirkan keberagaman.
Dalam acara pameran Temu Jaringan Ekowisata Indonesia (TJEI) yang diselenggarakan oleh Indonesia Eco Tourism Network (INDECON) di Sarinah, salah satu daya tarik utamanya adalah kehadiran Suku Dayak Iban yang memperkenalkan tradisi tato khas mereka.
Tato bagi masyarakat Dayak Iban bukan hanya sekadar seni, tetapi merupakan simbol spiritual, status sosial, dan identitas budaya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Dalam acara ini, pengunjung diajak untuk memahami makna dan filosofi di balik setiap ukiran yang menghiasi tubuh. Masyarakat Suku Dayak Iban memaknai tato sebagai ‘obor’ yang menerangi jalan menuju alam keabadian setelah kematian.
Semakin banyak tato yang dimiliki, semakin terang ‘obor’ yang menerangi perjalanan spiritual seseorang. Namun, tato tidak boleh sembarangan dibuat, prosesnya harus mematuhi aturan adat yang telah ditetapkan.
Seni Tato Suku Dayak Iban Foto: Asti Azhari/detikTravel
|
Hal ini menunjukkan bahwa seni tato memiliki dimensi religius dan kultural yang dalam. Salah satu pengrajin tato Dayak Iban, Muling, pun menjelaskan perbedaan antara tato tradisional dan modern.
“Tato ini menggunakan metode manual, berbeda dengan mesin modern yang lebih cepat. Namun, hasilnya tetap otentik dan memiliki nilai sejarah yang tinggi,” ujar Muling kepada detikTravel, Minggu (3/11).
Muling yang berasal dari Kapasulu, Kalimantan Barat merasa bangga dapat memperkenalkan seni tato tradisional Dayak Iban ke Jakarta. Setiap motif tato memiliki makna yang berbeda dan dikerjakan dengan sangat teliti.
Tato Dayak Iban tidak hanya menjadi penanda estetika, tetapi juga sebagai representasi dari karakter dan kisah hidup si pemilik. Setiap tato menjadi unik dan pribadi bagi masing-masing individu.
“Motif tato ini bisa menggambarkan pengalaman hidup, prestasi, atau penghormatan terhadap leluhur,” tambah Muling.
Pengunjung acara ini juga berkesempatan untuk mengenal berbagai jenis dan motif tato Dayak Iban yang ada. Dari motif yang sederhana hingga yang kompleks, setiap desain memiliki kisah dan makna yang berbeda.
“Tato ini adalah cerminan jati diri dan kebanggaan kami sebagai Suku Dayak Iban,” tutur Muling dengan bangga.
Pengunjung Awalnya Ragu, tapi…
Salah satu pengunjung, Gabriel dari Flores, mengungkapkan pengalaman uniknya saat mendapatkan tato di TJEI.
“Awalnya saya ragu hasil tato manual ini tidak sebaik mesin, tetapi ternyata hasilnya lebih rapi dan memuaskan,” kata Gabriel, akhir pekan lalu.
Gabriel menilai tato Dayak Iban memiliki daya tarik tersendiri yang membuatnya tertarik untuk mencoba. “Pengalaman ini sangat berharga bagi saya, karena saya bisa merasakan langsung budaya Dayak,” tambah Gabriel.
Suku Dayak Iban Foto: Asti Azhari/detikTravel
|
Harga untuk setiap tato pun bervariasi, dengan harga mulai dari Rp 250.000 untuk tato ukiran Dayak Iban, tergantung pada jenis dan kompleksitas motif yang diinginkan. Muling menjelaskan bahwa harga tato bisa sampai Rp 2,5 juta, tergantung pada tingkat kesulitan dan detail desain.
“Tato Dayak biasanya lebih mahal karena proses pembuatannya yang lebih rumit dan makna yang terkandung di dalamnya,” jelas Muling.
Tips Agar Tato Awet
Sebagai penggiat seni tato dayak, Muling pun berbagi tips merawat tato agar tetap awet. Perawatan yang tepat adalah kunci agar setiap tato tetap terlihat indah dan tidak pudar meski bertahun-tahun berlalu.
“Tato ini seumur hidup dan tidak akan memudar jika dirawat dengan baik. Gunakan pelembab dan sabun alami untuk menjaga kualitasnya,” ujar Muling.
Di akhir acara, Muling dan para seniman tato lainnya mengajak pengunjung untuk berpartisipasi dalam diskusi mengenai seni tato dan budaya Dayak.
Muling mengajak semua pengunjung untuk terbuka dan saling belajar tentang keberagaman budaya di Indonesia.
“Kita semua memiliki keunikan masing-masing, marilah kita saling menghormati dan belajar satu sama lain,” kata Muling.
Kegiatan ini juga bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih dalam tentang pentingnya melestarikan budaya dan tradisi di tengah arus modernisasi.
“Kami ingin menunjukkan bahwa budaya kita masih hidup dan relevan di era sekarang,” ucap Muling.
(wsw/wsw)