Auckland –
Di tahun 2025, sektor pariwisata Selandia Baru berbenah besar-besaran. Negeri yang dijuluki Aotearoa itu mempermudah visa untuk digital nomad hingga menjadi negara bebas asap rokok.
Kantor Imigrasi Selandia Baru mengumumkan visa jenis baru bagi para digital nomad alias pekerja digital yang bisa bekerja dari belahan dunia manapun pada Senin (27/1/2025).
Visa jenis baru ini memungkinkan traveler untuk bekerja sambil liburan di Selandia Baru, meski klien atau perusahaan yang mempekerjakan mereka berada di luar Selandia Baru.
Menteri Pengembangan Ekonomi Selandia Baru Nikola Willis mengatakan kebijakan ini untuk menggerakkan sektor pariwisata yang jadi salah satu motor perekonomian di negara itu.
“Pariwisata mendapatkan pendapatan terbesar kedua di Selandia Baru sebesar NZD 11 miliar dan akan menciptakan hampir 200.000 pekerjaan. Kebijakan ini akan membuat negara ini lebih menarik bagi para digital nomad, orang yang bekerja dari jarak jauh dan meningkatkan daya tarik Selandia Baru ke dunia,” kata Willis, dikutip dari Stuff NZ, Selasa (28/1/2025).
Menteri Pariwisata Selandia Baru, Louis Upston menambahkan, visa ini akan menarik lebih banyak digital nomad untuk berkunjung ke negara mereka.
“Sebagian besar negara menyediakan visa digital nomad dan daftarnya terus bertambah, jadi kita perlu mempercepat dan memastikan Selandia Baru adalah tujuan yang menarik bagi orang-orang. Dibandingkan dengan jenis pengunjung lainnya, pekerja jarak jauh cenderung menghabiskan lebih banyak waktu dan uang di Selandia Baru,” kata dia.
Selandia Baru Bebas Asap Rokok di 2025
Pemerintah Selandia Baru juga berambisi untuk menjadikan negaranya bebas asap rokok di tahun 2025 ini. Semua itu demi membuat wisatawan merasa lebih nyaman ketika liburan di negara itu.
Direktur Action on Smoking and Health Foundation (ASH) Selandia Baru, Ben Youdan, menjelaskan pemerintah Selandia Baru mengimplementasikan kampanye dan tindakan berdasarkan Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Namun, hasilnya tidak terlalu signifikan. Pemerintah Selandia Baru, lanjut Ben, kemudian melihat penurunan tajam jumlah perokok ketika produk tembakau alternatif diperkenalkan.
“Tingkat merokok turun menjadi sekitar 6,86 persen. Ini merupakan perubahan jelas yang menunjukkan bahwa penggunaan produk tembakau alternatif semakin meningkat dalam mengurangi jumlah perokok,” papar Ben dalam diskusi publik The E-Cigarette Summit UK 2024 di London, beberapa waktu lalu.
Selain mengupayakan berkurangnya jumlah perokok, Ben menambahkan, pemerintah Selandia Baru juga mengantisipasi pertumbuhan pengguna produk tembakau di kalangan remaja. Cara itu ternyata cukup efektif untuk membuat Selandia Baru perlahan-lahan bebas dari asap rokok di 2025.
Cara yang dilakukan Selandia Baru dalam menurunkan jumlah perokok seharusnya bisa juga dilakukan oleh Indonesia. Asosiasi industri dan konsumen produk tembakau alternatif pun siap memberikan dukungan.
“Kami berkomitmen untuk hanya menjual produk kepada konsumen dewasa dan tidak menjual kepada yang di bawah umur. Kami akan memastikan bahwa seluruh anggota asosiasi mematuhi peraturan dan regulasi yang berlaku terkait penjualan produk ini,” ujar Garindra Kartasasmita, Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI).
Senada dengan Garindra, Ketua Asosiasi Vaper Indonesia (AVI) Johan Sumantri juga berkomitmen untuk memberikan informasi yang benar bahwa produk tembakau alternatif hanya diperuntukkan bagi usia 18 tahun ke atas dan perokok aktif yang ingin beralih.
“Hak-hak konsumen juga penting untuk diberikan perlakuan yang berbeda dengan perokok, seperti membedakan aturan kawasan tanpa rokok dan akses penggunaan rokok,” ungkap dia.
(wsw/fem)