Jakarta –
Beberapa jam setelah dilantik pada Senin (20/1), Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan serangkaian perintah eksekutif dan kebijakan untuk meningkatkan produksi minyak dan gas, mencabut perlindungan terhadap lingkungan, menarik diri dari Perjanjian Paris, dan membatalkan inisiatif keadilan lingkungan yang diberlakukan Presiden AS sebelumnya, Joe Biden.
Mengutip Vox, Trump menyebut perubahan iklim sebagai hoax belaka, dan mengangkat para eksekutif industri bahan bakar fosil dan kalangan yang skeptis tentang iklim ke dalam Kabinetnya.
1. Terus Mengebor Bahan Bakar Fosil
Di antara tindakan paling signifikan yang diambil Trump adalah mendeklarasikan ‘darurat energi’ yang ia bingkai sebagai bagian dari upayanya mengendalikan inflasi dan mengurangi biaya hidup.
Ia berjanji memanfaatkan semua sumber daya yang diperlukan untuk membangun infrastruktur penting, sebuah langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya yang dapat memberikan Gedung Putih kewenangan lebih besar untuk memperluas produksi bahan bakar fosil.
Ia juga menandatangani perintah eksekutif untuk mendorong eksplorasi dan produksi energi di tanah dan perairan federal, dan perintah lain yang mempercepat perizinan dan penyewaan di Alaska, termasuk di Arctic National Wildlife Refuge.
“Kita akan memiliki minyak dan gas terbesar dari negara mana pun di Bumi, dan kita akan menggunakannya. Kita akan mengebor dan terus mengebor,” kata Trump dalam pidato pelantikannya.
Cadangan minyak strategis AS dapat menyimpan 714 juta barel minyak mentah, tetapi saat ini hanya menyimpan sekitar 395 juta. Di bawah pemerintahannya, tempat penyimpanan itu akan diisi ‘sampai penuh’. Ia juga mengatakan negara itu akan mengekspor energi ke seluruh dunia.
“Kita akan menjadi negara kaya lagi, dan emas cair di bawah kaki kita itulah yang akan membantu,” kata Trump.
Richard Klein, seorang peneliti senior untuk lembaga nirlaba internasional Stockholm Environment Institute, mencatat bahwa perusahaan bahan bakar fosil mengekstraksi minyak dan gas dalam jumlah yang sangat tinggi selama pemerintahan Biden. Bahkan jika secara teknologi memungkinkan untuk meningkatkan produksi lebih jauh, tidak jelas apakah itu akan menurunkan harga.
Dan Kammen, seorang profesor energi di University of California Berkeley, mengatakan ia setuju AS harus mengumumkan keadaan darurat energi nasional, tetapi untuk alasan yang persis berlawanan dengan apa yang ada dalam pikiran Trump.
“Kita seharusnya segera beralih ke energi bersih, untuk berinvestasi di perusahaan-perusahaan baru di seluruh AS,” kata Kammen.
2. Keluar dari Perjanjian Paris
Trump untuk kedua kalinya menarik AS dari Perjanjian Paris 2015, pakta Perserikatan Bangsa-Bangsa yang disetujui oleh 195 negara untuk membatasi pemanasan global. Alih-alih, Trump menyebutnya sebagai penipuan.
Selain menandatangani perintah eksekutif yang mengatakan AS akan meninggalkan perjanjian tersebut, Trump juga menandatangani surat kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memulai penarikan diri.
Karena aturan yang mengatur perjanjian tersebut, perlu waktu satu tahun untuk menarik diri secara resmi, yang berarti negosiator AS akan berpartisipasi dalam putaran konferensi berikutnya di Brasil pada akhir tahun.
“Tidak masuk akal bagi Amerika Serikat untuk secara sukarela melepaskan pengaruh politik dan melewatkan kesempatan untuk membentuk pasar energi hijau yang sedang meledak,” kata Ani Dasgupta, presiden dan CEO lembaga nirlaba World Resources Institute.
Menurut jajak pendapat yang dilakukan Associated Press, keputusan ini banyak ditentang warga AS. Hanya dua dari 10 orang Amerika yang mendukung pengunduran diri dari Perjanjian Paris.
Terlebih lagi, pengumuman Trump datang 10 hari setelah National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) menyatakan 2024 sebagai tahun terpanas di Bumi yang pernah tercatat, yang ditandai dengan gelombang panas yang mengancam jiwa, kebakaran hutan, dan banjir di seluruh dunia.
Para ahli mengatakan, keadaan akan semakin buruk kecuali AS dan negara-negara lain berbuat lebih banyak untuk membatasi emisi gas rumah kaca.
3. Mencabut Mandat Mobil Listrik
Trump juga mengambil tindakan untuk mencabut ‘mandat kendaraan listrik’, sesuai dengan janji kampanyenya untuk mendukung pekerja otomotif.
“Dengan kata lain, Anda akan dapat membeli kendaraan pilihan Anda,” katanya dalam pidato pelantikannya, meskipun tidak ada mandat nasional yang mengharuskan penjualan kendaraan listrik.
Pemerintahan Joe Biden memang mempromosikan teknologi tersebut dengan menyelesaikan aturan yang membatasi jumlah polusi knalpot dari waktu ke waktu sehingga kendaraan listrik menjadi mayoritas mobil yang dijual pada 2032.
Di bawah kepemimpinan Biden, AS juga meluncurkan kredit pajak sebesar USD 7.500 untuk pembelian konsumen atas kendaraan listrik yang diproduksi di dalam negeri dan berencana menyalurkan sekitar USD 7,5 miliar untuk membangun infrastruktur pengisian daya di seluruh negeri.
“Menghapus insentif untuk membangun kendaraan listrik di Amerika Serikat akan menghilangkan lapangan pekerjaan serta menaikkan biaya perjalanan,” kata Costa Samaras, seorang profesor teknik sipil dan lingkungan di Carnegie Mellon University yang menjabat sebagai pemimpin kebijakan senior di Gedung Putih Biden.
“Biaya pengisian bahan bakar kendaraan listrik antara sepertiga hingga setengah dari biaya mengemudi dengan bensin, belum lagi manfaatnya dalam mengurangi polusi udara. Pada akhirnya, untuk menurunkan harga energi bagi konsumen AS, kita perlu mendiversifikasi sumber energi yang kita gunakan dan memastikan bahwa sumber energi tersebut bersih, terjangkau, dan andal,” sebutnya.
4. Membatalkan Inisiatif Keadilan Lingkungan
Trump menandatangani satu perintah eksekutif yang membatalkan hampir 80 inisiatif pemerintahan Biden, termasuk membatalkan arahan kepada lembaga federal untuk memasukkan keadilan lingkungan ke dalam misi mereka.
Kebijakan era Biden melindungi masyarakat yang terbebani oleh polusi dan mengarahkan lembaga untuk bekerja lebih erat dengan mereka.
Langkah itu merupakan bagian dari dorongan lebih luas yang Trump gambarkan dalam pidato pelantikannya sebagai upaya untuk menciptakan ‘masyarakat yang tidak melihat warna kulit’ dengan menghentikan pemerintah dari ‘mencoba merekayasa ras dan gender secara sosial ke dalam setiap aspek kehidupan publik dan pribadi.’
Para pengamat lingkungan mengatakan kebijakan ini merupakan kesalahan besar yang kian menjauhkan AS memperjuangkan prioritas untuk keadilan lingkungan.
5. Memblokir Sumber Energi Baru
Trump secara resmi melarang proyek sewa ladang angin (wind farm) lepas pantai dan akan meninjau perizinan federal untuk proyek pembangkit listrik tenaga angin, menepati janji untuk mengakhiri penyewaan ladang angin besar yang dianggap merusak lanskap alam dan gagal melayani kebutuhan energi warga AS.
Langkah itu kemungkinan akan mendapat perlawanan dari anggota partainya sendiri. Empat negara bagian teratas untuk pembangkit listrik tenaga angin: Texas, Iowa, Oklahoma, dan Kansas, sangat konservatif dan tidak mungkin mengalah.
Banyak pembuat kebijakan negara bagian dan lokal, termasuk anggota America Is All In, sebuah koalisi iklim yang terdiri dari para pemimpin pemerintah dan bisnis dari 50 negara bagian, berjanji untuk mengambil alih tugas aksi iklim tanpa adanya kepemimpinan federal.
“Terlepas dari tindakan pemerintah federal, wali kota yang peduli iklim tidak akan menarik kembali komitmen kami terhadap Perjanjian Paris,” kata Wali Kota Phoenix Kate Gallego, dalam sebuah pernyataan.
“Konstituen kami berharap kami dapat memenuhi kebutuhan dan memberikan solusi yang berarti,” tutupnya.
(rns/rns)