Jakarta –
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), India merupakan salah satu negara yang banyak dikunjungi turis Indonesia. Jumlahnya meningkat dari tahun ke tahun.
Total enam ribuan turis di tahun 2021, 281 ribu (2022), dan 606 ribu (2023). Mungkin karena itu, reputasi turis +62 cukup terkenal di India.
“Ah Indonesia, ya Indonesia. Saya tahu Anda,” kata Deepak, seorang penjual suvenir di Janpath Market, New Delhi, dalam bahasa Inggris kepada kami rombongan asal Indonesia, Kamis (30/1/2025).
“Murah, murah, khusus Indonesia,” lanjutnya, kali ini dalam bahasa Indonesia.
Deepak bisa berbahasa Indonesia meski tak lancar. Dia menyebut turis Indonesia suka menawar. Maka itu, dia menyebut tak memasang harga tinggi.
“Sudah murah ini, sixty (60 Rupee),” kata Deepak menunjuk magnet tempelan kulkas bergambar Taj Mahal dan ikon India lain. 60 Rupee setara dengan Rp 11 ribuan.
Harga itu turun lagi setelah ditawar. Ujung-ujungnya jadi 40 Rupee atau Rp 7 ribuan untuk satu magnet tempelan kulkas. Deepak menggeleng sambil tersenyum seolah menyerah dengan serangan tawar-menawar.
Foto: Janpath Market India (Triono Wahyu S/detikcom)
|
Di toko lain, penjual memasang harga 100 Rupee untuk dompet bordir. Awalnya ngotot tak mau turun harga. Ujung-ujungnya dilepas dengan harga bundling, 225 Rupee untuk 3 dompet.
Janpath Market merupakan destinasi belanja di pusat Kota New Delhi. Letaknya persis di pinggir Jalan Janpath, sangat mudah diakses. Suvenir, pakaian khas, serban, dompet, hingga kaos oleh-oleh khas India dijual di sini.
Penjual di Agra
Terpisah, di kawasan Agra, Uttar Pradesh, yang berjarak 230 kilometer arah tenggara New Delhi, seorang penjual suvenir ‘berkeliaran’ di toko marmer. Dia menghampiri orang-orang yang keluar dari toko tersebut, menjual dengan harga di atas Janpath Market.
“One hundred for twelve (1.000 Rupee untuk 12 buah),” katanya menawarkan gantungan kunci dan magnet tempelan kulkas kepada saya.
Saya menggeleng. Dia tetap mengejar, menanyakan asal negara. “Oh Indonesia? Brother, murah ini. Saya tahu Indonesia,” katanya dalam bahasa Indonesia.
Dia menawarkan bundling. Awalnya 5.000 Rupee untuk sekian banyak suvenir, lalu jadi 2.000 Rupee. Saya menepuk pundaknya, tidak mengambil karena tujuan ke Agra memang bukan untuk belanja oleh-oleh. Lalu pergi meninggalkan lokasi dengan bus.
Jika ingin menghemat Rupee, Anda harus berani menawar serendah mungkin untuk barang yang memang bukan fixed price. Apalagi untuk barang-barang yang dijual pinggir jalan.
“Tawarlah 70 persen dari harga yang ditawarkan. Kemarin-kemarin teman saya belanja, satu beli harga 200 Rupee, yang lain dapat 60 Rupee,” kata seorang WNI yang sudah beberapa kali ke India dan kebetulan menginap di hotel yang sama dengan saya dan rombongan.
(trw/msl)