Jakarta –
Bajawa mungkin lebih dikenal sebagai produk kopi yang tengah naik daun. Namun, Bajawa sebetulnya adalah salah satu suku di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Secara umum, Indonesia dikenal sebagai negeri dengan kekayaan budaya yang luar biasa. Suku-sukunya memiliki tradisi, bahasa, dan sejarah unik.
Suku Bajawa Berasal dari Mana?
Suku Bajawa berasal dari Kabupaten Ngada yang berada di tengah pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Selain Bajawa, ada dua suku besar lainnya di Kabupaten Ngada, yaitu suku Nagekeo dan suku Riung. Masing-masing suku memiliki kebudayaan tersendiri.
Mengutip buku Menelusuri Surga di Tanah Flores oleh Ahmad Suryadi, kata Bajawa berasal dari kata Ba yang berarti piring dan Jawa bermakna perdamaian. Sehingga, jika diartikan berarti daerah yang memulai perdamaian untuk menyatukan daerah Flores menjadi kesatuan yang utuh.
Bajawa sendiri merupakan ibukota Kabupaten Ngada yang tidak hanya sebagai pusat pemerintahan, tapi juga sebagai magnet pariwisata di Kabupaten Ngada. Beberapa tempat wisata yang bisa ditemui yaitu Air Terjun Ogi dan Mata Air Panas Malanage.
Ada pula perkebunan kopi yang menghasilkan kopi yang khas ke sejumlah negara. Kopi ini dikenal dengan nama Kopi Flores Bajawa.
Rumah Adat Bajawa
Rumah adat Bajawa disebut dengan rumah adat Ngada atau Sa’o. Mengutip jurnal Analisis Aspek Matematika dalam Rumah Adat Bajawa NTT, makna rumah adat Bajwa bagi masyarakat Bajwa adalah sebagai tempat berlindung dan sebagai lambang kekuatan antara laki-laki dan perempuan.
Rumah adat ini juga diyakini sebagai tempat yang suci sebab menjadi tempat untuk mengenang para leluhur. Fungsi lain dari rumah adat Bajawa adalah sebagai tempat berkumpulnya keluarga, di mana rumah adat menjadi tempat mengambil keputusan.
Atap rumah adat Bajawa berbentuk trapesium. Sementara itu, konstruksi rumah menggunakan bahan alam yang mayoritas kayu dan bambu. Teknik sambungan, ikatan, dan penguncian dipasang secara kreatif seperti furluf, pen, dan pasak.
Pakaian Adat Khas Bajawa
Pakaian adat khas bajawa bernama sapu-lu’e. Menurut arsip detikTravel, dijelaskan oleh Ketua Paguyuban Keluarga Besar Ngada Jakarta (PKBNJ), Damianus Bilo, pakaian adat ini memiliki nilai filosofis mendalam bagi masyarakatnya. Berikut beberapa atributnya.
1. Boku
Boku merupakan topi kebesaran orang Ngada. Cara menggunakannya yaitu diikat dengan kain hias bernama mari ngia.
2. Wuli
Wuli berbentuk kalung yang memiliki cangkang kerang berwarna putih dengan ukuran cukup besar. Ornamen ini hanya dikenakan oleh tokoh-tokoh tertentu.
3. Lu’e
Lu’e menjadi ciri khas dari atribut laki-laki yang melingkar di dada. Atribut ini menjadi simbol batasan diri bagi masyarakat Bajawa agar tetap memiliki sifat yang luhur dan tidak sombong.
4. Sapu
Sapu merupakan kain yang dipakai di bagian bawah. Kegunaannya sebagai pengganti jubah atau celana.
5. Parang
Pakaian adat sapu lu’e dilengkapi dengan Parang Kebesaran orang Ngada. Meski begitu, parang ini tidak boleh sembarang digunakan. Masyarakat mengginakan parang untuk mempertahankan diri, melindungi diri, dan melindungi masyarakat.
(elk/row)