Jakarta –
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan dalam pidatonya soal rencana meningkatkan rasio penggunaan kelapa sawit untuk biodiesel menjadi 50% (B50) pada tahun ini. Dia menuturkan perencanaan ini di Indonesia-Brazil Business Forum yang digelar di Rio de Janerio, Brasil, pada Minggu (17/11).
“Saya pikir Brasil lebih maju bersama kami soal penggunaan biofuel yang berasal dari nabati. Dan Anda sangat berhasil dengan etanol, kami menuju biodiesel. Memproduksi diesel dari kelapa sawit,” kata Prabowo seperti disiarkan di Youtube Sekretariat Presiden.
“Sekarang kami di 35-40%, kami mau meningkatkannya ke 50% pada 2025,” tambahnya.
Menanggapi hal tersebut, Prof Deendarlianto Guru Besar Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada (UGM) menyampaikan kepada detikINET, Senin (6/1/2025) bahwa ketika bicara energi, ini tidak dapat dilakukan bicara sektoral.
“Energi itu kan bisa digunakan untuk empat sektor, industri, rumah tangga, transportasi, dan juga kebutuhan pembangkit. Kalau berbicara biodiesel, itu kan hanya sebaiknya digunakan untuk kebutuhan transportasi saja,” katanya.
Prof Deen mengatakan, walaupun digunakan untuk kebutuhan industri, ataupun digunakan untuk kebutuhan pembangkit, kebutuhannya akan sangat besar sekali. Oleh karena itu, kalau pemerintah ingin menggunakan B40 hingga B60, lulusan S3 Universitas Tokushima, Jepang, itu menyarankan pemerintah untuk memikirkannya lagi secara matang.
“Jangan sampai terjadi konflik kepentingan antara pangan dan energi, karena kan sawit itu juga dipakai untuk kebutuhan pangan, untuk minyak goreng, dan juga banyak juga digunakan untuk kosmetik dan lain sebagainya. Produk turunan dari sawit itu kan banyak,” ujarnya.
Selain risiko ancaman konflik kepentingan, Prof Deen mengingatkan ada unsur ekologi atau lingkungan yang harus diperhatikan. Jangan sampai nanti ketika kita mendorong peningkatan dari B30 ke B40, bahkan hingga B60, terjadi masalah deforestasi.
“Sehingga mengakibatkan kemampuan kita untuk menyerap karbon dioksida di Indonesia yang digunakan oleh hutan berkurang. Itu faktor ekologi harus dipikirkan kembali,” serunya.
Yang ketiga, ketika berbicara soal pemanfaatan transportasi, Prof Deen mempertanyakan apakan mesin yang ada saat ini itu sudah cocok dan sesuai dengan B60.
“Lalu, apakah B60 ini hanya dipakai buat engine baru saja atau engine yang lama? Karena kalau seandainya kendaraan yang sudah berumur lebih dari lima tahun, saya belum mendapatkan data,” tuturnya.
Info terbaru, pemerintah menetapkan penerapan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dengan campuran bahan bakar nabati biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40% atau B40 mulai 1 Januari 2025. Ketetapan ini disampaikan langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (3/1).
“Kementerian ESDM baru selesai melakukan rapat internal membahas secara detail terkait urusan biodiesel. Kami telah memutuskan peningkatan biodiesel dari B35 ke B40, dan hari ini kami umumkan sudah berlaku mulai 1 Januari 2025,” ujar Bahlil.
(ask/fay)