Jakarta –
Pemerintah akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tahun 2025. Kenaikan ini akan berdampak pada tiket pesawat sampai hotel.
Berapa kira-kira kenaikannya untuk tarif pesawat?
“Belum dihitung,” ujar Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra kepada detikcom.
Presiden Direktur Lion Group, Capt. Daniel Putut Kuncoro Adi, di lain kesempatan sebelumnya menyebut bahwa hal ini juga tentunya mempengaruhi daya beli di industri penerbangan.
“Kita kembalikan ke kompensasi lah antara manfaatnya, antara penerimaan pajak dan manfaatnya sebetulnya. Karena ini mempengaruhi harga, otomatis mempengaruhi daya beli,” kata Daniel.
Kendati kenaikan hanya dilakukan satu persen, tetapi hal itu juga bisa menjadi tantangan tersendiri bagi daya beli masyarakat Indonesia.
“Dengan 1 persen saja berarti sudah mempengaruhi, dari 11 persen jadi tambah 1 persen, daya beli masyarakat sendiri apa sudah sampai ke situ. Tapi namanya kebijakan pemerintah sekali lagi kita sampaikan kita harus comply,” dia menambahkan.
Ia berkaca dari pengalaman kenaikan PPN yang baru saja bergeser dari 10 persen ke 11 persen. “Ya dampaknya semua teriak harga tiket pesawat,” katanya.
Peneliti Center of Macroeconomics and Finance INDEF Abdul Manap Pulungan sebelumnya menyebut menyebut kenaikan pajak tersebut akan berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Dia mengatakan kontribusi penerimaan PPN dalam negeri mencapai 25% atau seperempat dari penerimaan pajak non migas. Untuk itu, dia menilai kenaikan PPN menjadi 12% ini menjadi sangat bahaya di tengah situasi ekonomi yang sedang tidak baik.
“Kenaikan tarif PPN 12% terasa pada perekonomian. Jadi, jangan sampai kenaikan PPN akan menekan pertumbuhan ekonomi. Karena selama tahun 2023 pertumbuhan ekonomi kita sudah turun dari 5,31% di 2022 menjadi 5,05% di tahun 2023,” katanya seperti dikutip dari detikFinance.
Dengan kenaikan PPN, lanjutnya, masyarakat diprediksi akan menahan konsumsi belanja. Hal ini dikarenakan dapat mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran.
Apalagi selama tahun 2023, beberapa indikator daya beli mengalami penurunan, termasuk konsumsi rumah tangga. Lebih rinci lagi, konsumsi rumah tangga mengalami penurunan cukup signifikan pada sektor transportasi dan komunikasi, restaurant, dan hotel.
“Ini khawatirnya, PPN naik orang cenderung menahan plesiran yang pada akhirnya menyebabkan sektor konsumsi yang bukan kebutuhan pokok menurun. Padahal konsumsi rumah tangga selain makanan ini juga berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.
Sebagaimana diketahui, tarif PPN saat ini sebesar 11% sejak 2022. Kenaikan akan terus berlanjut menjadi 12% pada 2025 sesuai ketentuan Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Berdasarkan Pasal 7 ayat 1 UU HPP, tarif PPN yang sebelumnya sebesar 10% diubah menjadi 11% mulai 1 April 2022. Lalu, kembali dinaikkan menjadi sebesar 12% paling lambat pada 1 Januari 2025.
Pemerintah sendiri memiliki kewenangan untuk mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5% dan maksimal 15% melalui penerbitan peraturan pemerintah (PP) setelah dilakukan pembahasan dengan DPR. Hal itu sebagaimana ketentuan Pasal 7 ayat 3 UU PPN.
Simak Video “Soal PPN Naik 12%, Menko Airlangga: Lihat UU APBN Nanti“
[Gambas:Video 20detik]
(ddn/ddn)