Jakarta –
Upaya penyelamatan wisatawan korban pemerkosaan di pantai Pulau Merah berlangsung penuh drama. Bak adegan sinetron, ada situasi penuh tekanan dan ketegangan.
Semua berawal saat korban dan keluarganya hendak dibawa keluarga pelaku ke kantor polisi untuk menempuh jalur damai. Dua mobil terlihat meluncur di jalan protokol Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi.
Satu mobil ditumpangi oleh LJL, keluarga korban pemerkosaan bersama tiga orang keluarga tersangka EK. Lalu, mobil lainnya ditumpangi keluarga tersangka EK dan DPP.
Dalam kondisi panik, gelisah dan gamang, ibu korban terus mencoba berkomunikasi dengan anak sulungnya yang merantau di Pulau Dewata. Hati kecilnya seolah tak terima kasus yang menimpa sang anak berakhir damai.
Keluarga korban diketahui telah tiga hari menginap di rumah pelaku. Di sana, mereka seolah dijebak. Selain dipaksa untuk menyetujui jalur damai, sang anak juga dipaksa menikah dengan pelaku.
“Saya laporan terus ke anak saya itu, cerita kalau mau dibawa ke Polres. Adiknya disuruh nikah itu sama pelakunya itu, saya ini ngetik saya suruh anak saya soalnya gemetaran saya bingung,” kata RL, ibunda korban, Rabu (1/5/2024).
Dalam kondisi panik, RL spontan berinisiatif untuk meminta mobil berhenti dengan alasan sakit perut. Saat mobil berhenti, RL mengajak anaknya turun dan secara bersamaan ke toilet. Di toilet, ia terus berkomunikasi dengan anak sulungnya dan meminta pertolongan.
“Saya lama-lama di toilet itu di Indomaret Pesanggaran itu. Saya selesai ini anak saya, saya suruh buang air besar wes pokok gimana caranya biar lama soalnya ditungguin itu kan,” terang RL dalam ceritanya.
Sementara SS, ayah LJL masih berada di mobil menjaga adiknya yang paling kecil.
“Suami saya diem aja bingung, gak ngerti wes mau ngapain. Sampai biru wajahnya itu lemes, wong gak berani makan pas di sana,” kata RL.
Selang 30 menit, satu mobil sedan dan satu mini bus parkir dan mencegat dua mobil yang dikendarai keluarga tersangka.
Sebanyak 10 orang keluar dari mobil dan meminta LJL serta ibunya untuk masuk ke mobil tersebut. Menurut RL, 10 orang ini adalah tim pendamping dan kuasa hukum yang ditugaskan Pemerintah Daerah Banyuwangi untuk mengawal kasus LJL.
“10 atau 12 orang itu bawa dua mobil nyegat di toko itu. Saya dan keluarga langsung disuruh masuk mobil, itu katanya anak saya pertama itu yang laporan, saya kan suruh share lokasi itu,” bebernya.
Diselamatkan Tim Kuasa Hukum
Seperti sinetron, kegaduhan langsung terjadi di pinggir jalan dan pelataran toko tersebut. Hal ini sempat menjadi perhatian warga. Achmad Wahyudi, pendamping hukum korban membenarkan peristiwa tersebut.
“Drama itu, sudah kayak sinetron kami bawa mereka sekeluarga itu,” tambah Wahyudi.
Upaya damai yang dilakukan keluarga kedua tersangka ia sebut kurang lazim. Apalagi dengan cara membawa korban dan keluarga untuk tinggal di rumah tersangka dan terus ditekan lewat pendekatan yang disebut kekeluargaan dan persaudaraan.
“Itu tidak lazim, dibawa di rumah saudaranya tersangka ini berhari-hari dan diminta upaya damai suruh tanda tangan,” tegasnya.
Wahyudi dan tim dari Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) akan mengawal dan memastikan proses hukum terus berjalan terkait kasus ini.
Korban yang masih berusia 17 tahun diperkosa oleh dua pelaku saat sedang berwisata di pantai Pulau Merah Banyuwangi. Atas perbuatannya tersangka dijerat dengan Pasal 81 ayat 2 Jo Pasal 76E Undang-Undang Repubik Indonesia Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Unang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Simak Video “Pertamina Jamin Ketersediaan BBM-Elpiji di Jalur Mudik Banyuwangi-Bali“
[Gambas:Video 20detik]
(sym/sym)