Jakarta –
Presiden Prabowo Subianto menargetkan penghematan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar Rp 306,69 triliun. Ekonom bilang, angka ini menjadi salah satu penghematan terbesar jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Peneliti senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, membeberkan sebenarnya efisiensi anggaran ini digunakan untuk mata anggaran kegiatan-kegiatan baru lainnya.
“Itu bisa saja efisiensi ini memang memotong kegiatan-kegiatan yang belum sejalan dengan prioritas Presiden. Kegiatan-kegiatan yang memang mungkin over estimate, atau dianggap terlalu tinggi. Misalnya, perjalanan dinas atau pun pertemuan rapat, seminar, dan sebagainya,” ujar Tauhid saat dihubungi detikcom, Jumat (24/1/2025).
Lebih lanjut Tauhid membeberkan, dengan adanya efisiensi ini, pemerintah kemudian melakukan koreksi anggaran dan dialokasikan pada program-program, yang mungkin saja dari kementerian dan lembaga (K/L) baru yang belum ada anggarannya, atau bahkan untuk menyuntikkan anggaran buat penambahan program yang prioritas.
“Saya melihat ke situ arahnya. Problem-nya, apakah Rp 306 triliun untuk yang baru ini, memang untuk anggaran kepada masyarakat secara umum? Atau kah memang ada yang sifatnya memperkuat, katakanlah, struktur kementerian/lembaga kan? Itu saya kira pasti akan ada (anggaran) ke sana,” tambah Tauhid.
Tauhid juga bilang, sebagian dari anggaran mungkin ada pula yang digunakan untuk operasional kementerian yang baru dibentuk di pemerintahan saat ini. Atau, kata Tauhid, mungkin juga sebagian besar dari anggaran ini nantinya untuk melangsungkan program dan kegiatan lainnya dari pemerintah.
“Poin pelayanan publik ini kan luas, ya, misalnya katakanlah buat pendidikan, buat kesehatan. Kemudian, untuk pelayanan publik di bidang infrastruktur, layanan jalan atau transportasi. Sangat memungkinkan efek positifnya akan jauh lebih besar. Tetapi, ini akan sangat bisa dilihat kalau nanti, ini ‘kan belum kelihatan Rp 306 triliun, apakah posturnya itu sama atau tidak?” katanya.
Dikhawatirkan Berdampak ke Layanan Dasar
Sementara itu, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rizal Taufikurohman, mengatakan jika tidak ada perencanaan yang matang, efisiensi anggaran ini justru punya potensi menggerus kualitas layanan dasar. Utamanya, kata Rizal, di sektor vital seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
“Efisiensi sejati bukan hanya soal memangkas anggaran, tetapi juga soal menciptakan mekanisme yang memastikan setiap pengeluaran tepat guna. Pemerintah harus menghindari praktik pemangkasan yang hanya membebani masyarakat, seperti pengurangan subsidi atau keterlambatan pembangunan proyek penting,” ujar Rizal kepada detikcom.
Rizal juga menambahkan, justru yang terjadi harus sebaliknya, fokus anggaran diarahkan pada penghapusan belanja birokrasi yang tidak produktif dan penyederhanaan proses administrasi. Hal ini supaya, kata Rizal, efisiensinya membawa manfaat nyata dan tidak jadi jargon politik semata.
Rizal memberikan perspektifnya jika efisiensi anggaran ini betul difokuskan untuk pelayanan publik. Jika anggaran ini kemudian dikelola dengan baik, Rizal bilang anggaran yang lebih ramping dapat memastikan pengelolaan negara yang lebih efisien dengan pelayanan publik yang lebih optimal.
“Misalnya, peningkatan fasilitas kesehatan, perbaikan sistem pendidikan, dan pembangunan infrastruktur yang lebih merata dapat secara langsung meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Namun, di sisi lain, pemangkasan ini bisa menjadi pedang bermata dua jika tidak dilakukan secara tepat sasaran,” tambahnya.
Efisiensi anggaran yang salah sasaran dinilai Rizal dapat memperburuk akses terhadap layanan publik, khususnya bagi masyarakat rentan. Beberapa kemungkinan di antaranya seperti berkurangnya subsidi kesehatan atau keterbatasan sarana pendidikan.
Rizal mengelaborasi lebih lanjut, jika efisiensi anggaran ini hanya menekan pengeluaran tanpa memperhitungkan dampak bagi kebutuhan mendasar, masyarakat kecil akan menjadi pihak yang paling dirugikan. Maka, Rizal menggarisbawahi pentingnya bagi pemerintah untuk terus memastikan kebijakan ini tidak hanya mengutamakan efisiensi.
“Tetapi juga menjaga keberlanjutan layanan publik bagi semua lapisan masyarakat. Hal ini akan berpotensi turunnya kualitas layanan dan capaian pembangunan,” tandasnya.
(eds/eds)