Jakarta –
Ketika keluarga mengalami perceraian, dampak psikologis bisa dirasakan oleh seluruh anggota keluarga, terutama anak-anak. Tsania Marwa, aktris yang baru saja meraih gelar S2-nya, menyampaikan tentang pentingnya dukungan dari lingkungan, terutama para pendidik bagi anak-anak yang orang tuanya mengalami perceraian.
Tsania Marwa baru saja lulus S2 di Magister Psikologi Profesi Klinis, Universitas Tarumanegara. Perempuan yang akrab disapa Marwa itu, dari hasil penelitiannya menemukan dampak psikologis tidak hanya dirasakan oleh orang tua yang terpisah dari anak-anak mereka, tapi juga anak-anak itu sendiri.
Hal ini menekankan perceraian memiliki efek jangka panjang yang kompleks, baik bagi orang tua maupun anak-anak yang harus menghadapi perubahan besar dalam dinamika keluarga. Tsania Marwa memberikan pemahaman terutama kepada para pendidik agar lebih peka dalam memberikan perhatian khusus kepada anak-anak yang tengah menghadapi perceraian.
Menurutnya, dukungan dari guru dan para pendidik yang netral dan tidak berpihak sangat penting. Guna menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman di sekolah, juga membantu anak merasa didukung dan diterima, sehingga mereka tidak merasa terbebani dengan situasi keluarganya di lingkungan belajar.
“Saran aku, ketika mengetahui bahwa salah satu anak didiknya itu ada yang mengalami perceraian orang tua, mungkin bisa diberikan atensi yang lebih dalam bentuk perhatian dan aku sangat berharap bisa bersikap netral. Jadi guru harus bersikap netral, dan yang paling penting untuk mementingkan kepentingan anak. Gitu sih,” kata Tsania Marwa saat ditemui detikcom di Studio TransTV, Jalan Kapten P Tendean, Jakarta Selatan pada Selasa (5/11/2024).
Tsania mengungkapkan harapan, ilmu yang ia peroleh selama menempuh pendidikan S2 dapat bermanfaat bagi masyarakat. Ia berharap temuannya bisa membantu para pendidik dan orang-orang di sekitar anak-anak yang terdampak perceraian.
Sehingga anak-anak dapat terus berfokus pada perkembangan diri mereka tanpa terbebani konflik internal keluarga.
“Biarkanlah apa pun konflik yang terjadi dalam rumah tangga itu menjadi masalah orang tua,” ujar Tsania dengan tegas.
Perempuan berusia 33 tahun itu memberikan penjelasan dampak perceraian pada anak-anak bisa diatasi setidaknya sebagian, melalui perhatian dan dukungan yang diberikan oleh orang-orang terdekat, termasuk guru dan pendidik.
Pendidik dapat memberikan pengaruh positif yang membantu anak tumbuh dalam suasana yang lebih stabil, meski tengah menghadapi situasi yang sulit. Mereka bisa menempatkan kepentingan anak di atas segala konflik yang terjadi dalam keluarga.
Selama mengerjakan tesis tersebut, mantan istri Atalarik Syah itu juga bisa bertemu dengan anak-anaknya di sekolah. Meski jadi pemegang hak asuh, anak-anaknya sampai saat ini masih tinggal bersama Atalarik.
Tsania memanfaatkan waktu seminggu sekali untuk menemui anak-anaknya di sekolah.
“Ada sih ketemu di sekolah ya, tapi mereka nggak tahu sih. Mereka nggak tahu soal penelitiannya. Mereka kan nggak tahu ya kalau aku juga mengandalkan topik dari kehidupannya gitu, mereka nggak paham. Tapi mereka tahu aku kuliah S2 dan mereka sangat mendukung,” ceritanya.
Tsania Marwa membuat tesis berjudul ‘Peran Separation Anxiety sebagai Mediator pada Hubungan antara Psychological Distress dan Insomnia pada Orangtua yang Tidak Mendapatkan Hak Asuh Anak Akibat Perceraian’. Judul ini memang terinspirasi dari kehidupannya.
(pus/pus)