Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi berupa teguran tertulis ke hakim konstitusi Anwar Usman terkait jumpa pers dan gugatan tata usaha negara yang diajukannya ke PTUN Jakarta usai dicopot dari Ketua MK. MKMK menilai seharusnya Anwar Usman menunjukkan sikap legawa dan menerima putusan majelis kehormatan atas pencopotan dirinya.
“Majelis kehormatan menemukan bahwa pernyataan yang disampaikan hakim terlapor, baik secara tersirat maupun tersurat, menunjukkan gelagat dan sikap bahwa hakim terlapor tidak dapat menerima putusan majelis kehormatan No 2/MKMK/L/2023. Pokok pernyataan yang disampaikan hakim terlapor merupakan sanggahan dan bantahan atas proses maupun isi putusan majelis kehormatan termasuk bentuk sanksi yang dijatuhkan kepadanya. Sikap tidak dapat menerima putusan majelis kehormatan tersebut, setidaknya tercermin dalam beberapa pernyataan (jumpa pers),” ujar Yuliandri selaku anggota MKMK dalam sidang, Kamis (28/3/2024).
Yuliandri mengatakan pihaknya tidak menelusuri satu per satu pernyataan Anwar Usman dalam jumpa pers. Sebab, hal yang disimpulkan MKMK dalam konferensi Anwar Usman adalah sikap tidak legawa atau sikap tidak menerima keputusan. Selain itu, menurut MKMK pernyataan Anwar Usman seperti menggambarkan majelis kehormatan adalah skenario menjatuhkan dirinya.
“Hal yang menurut majelis kehormatan menjadi perhatian utama adalah sikap tidak dapat menerima atau legawa atas putusan majelis No 2/MKMK/L/2023. Berdasarkan substansi konferensi pers dan cara hakim terlapor menyampaikannya, tampak nyata bahwa hakim terlapor bukan hanya tidak menerima putusan majelis kehormatan No 2/MKMK/L/2023, melainkan juga membuat pernyataan yang menggambarkan bahwa pembentukan majelis kehormatan merupakan bagian dari skenario untuk menjatuhkan kehormatan dan martabat hakim terlapor,” ucapnya.
Menurut MKMK, sikap Anwar Usman itu secara tidak langsung berpengaruh kepada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap MK. Yuliandri juga mengatakan majelis kehormatan menemukan sejumlah kejanggalan dalam sikap Anwar Usman.
“Berdasarkan uraian di atas, apabila dikaitkan dengan dugaan pelanggaran yang dilakukan hakim terlapor, majelis kehormatan menemukan kejanggalan dalam sikap yang tidak dapat menerima putusan majelis kehormatan No 2/MKMK/L/2023 sebagaimana ditunjukkan oleh hakim terlapor. Dalam konteks, hakim terlapor, sanksi yang dijatuhkan majelis kehormatan dalam putusan a quo tidak bisa serta merta dimaknai sebagai bentuk pembalasan setimpal atas pelanggaran etika yang dilakukannya. Sanksi dimaksud tidak boleh dan sekaligus tidak tepat dimaknai dalam konteks pemidanaan, melainkan harus diletakkan dalam maknanya sebagai panduan moral agar hakim terlapor tidak menyimpang,” katanya.
Pernyataan Anwar Usman juga menimbulkan dampak lain di antaranya menurunnya citra dan wibawa MK di masyarakat.
“Oleh karena itu, kejanggalan sikap hakim terlapor dengan menyampaikan bantahan yang menunjukkan adanya keengganan untuk mematuhi putusan majelis kehormatan, in casu Putusan No 2/MKMK/L/2023 dalam pandangan majelis kehormatan merupakan bentuk pelanggaran terhadap prinsip-prinsip kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi. Dampak lain yang ditimbulkan akibat dari sikap hakim terlapor demikian adalah turunnya citra dan wibawa Mahkamah Konstitusi di mata masyarakat. Padahal, kepercayaan dan dukungan masyarakat merupakan kebutuhan mutlak bagi pentaatan dan efektivitas putusan-putusan Mahkamah Konstitusi,” imbuhnya.
Oleh karena itu, MKMK menilai Anwar Usman perlu dijatuhi sanksi. Hal ini bertujuan agar Anwar Usman menunjukkan sikap patuhnya kepada keputusan majelis kehormatan mengenai pencopotan dirinya dari kursi Ketua MK.
“Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum dan etika di atas berkenan dengan tindakan hakim terlapor yang menggelar konferensi pers berkaitan dengan putusan majelis Kehormatan No 2/MKMK/L/2023 dan mengajukan gugatan ke PTUN terhadap keputusan MK nomor 17 Tahun 2023, padahal keputusan MK dimaksud adalah untuk melaksanakan putusan majelis Kehormatan nomor No 2/MKMK/L/2023, majelis Kehormatan berpendapat bahwa hakim terlapor ternyata terbukti melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan butir penerapan angka 1 dan 2 sapta karsa hutama. Dengan demikian, majelis kehormatan memandang perlu untuk memberikan teguran tertulis kepada hakim terlapor untuk menunjukkan sikap patuhnya terhadap putusan majelis kehormatan in casu putusan No 2/MKMK/L/2023,” tegasnya.
Selanjutnya