Jakarta –
Jumlah permintaan pengangkatan sperma dari jenazah tentara Israel mengalami peningkatan dalam beberapa waktu terakhir. Permintaan tersebut dilakukan oleh orang tua mereka yang berusaha agar keluarga mereka bisa terus melahirkan keturunan.
Aksi tersebut mulai dilakukan semenjak konflik dengan Palestina pecah dan Israel terus melakukan serangan ke Gaza. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Gaza, ada lebih dari 39 ribu orang di Palestina yang tewas hingga saat ini akibat serangan tersebut.
Sejak Oktober 2024, sperma telah diambil dari hampir 170 pemuda di Israel yang meliputi warga sipil dan juga tentara. Jumlah tersebut diperkirakan naik 15 kali lipat dari jumlah pada periode yang sama di tahun-tahun sebelumnya.
Dikutip dari BBC, prosedur tersebut dilakukan dengan sayatan kecil pada testis dan pengambilan sebagian kecil jaringan dari mana sel sperma itu hidup. Sel sperma tersebut kemudian diisolasi di laboratorium dan dibekukan.
Tingkat keberhasilan paling tinggi terjadi apabila prosedur ini dilakukan paling lambat 24 jam setelah seseorang meninggal.
Semenjak Oktober tahun lalu, Kementerian Kesehatan di Israel telah mempermudah persyaratan bagi orang tua yang ingin memohon prosedur tersebut.
Meskipun kini syarat permohonan prosedur tersebut lebih mudah, para janda atau orang tua yang ingin melakukannya tetap harus menunjukkan di pengadilan bahwa pria yang meninggal memang ingin memiliki anak.
Direktur bank sperma di Shamir Medical Center Dr Itai Gat berpendapat bahwa prosedur ini memiliki ‘makna’ yang besar bagi warga Israel, khususnya para orang tua.
“Ini adalah kesempatan terakhir untuk melestarikan pilihan reproduksi dan kesuburan di masa mendatang,” kata Itai.
Itai mengatakan terjadi pergeseran budaya di Israel yang membuat prosedur ini lebih diterima masyarakat. Namun, prosedur ini menghadirkan sejumlah polemik, khususnya pada kasus pria lajang.
Itai mengatakan banyak kejadian ketika keluarga tidak bisa membuktikan persetujuan dengan jelas di persidangan. Hal ini membuat sperma yang sudah dibekukan akhirnya tidak bisa digunakan.
Aturan saat ini mengenai masalah ini merupakan pedoman yang diterbitkan oleh jaksa agung pada tahun 2003, tetapi tidak diabadikan dalam undang-undang.
Anggota parlemen Israel telah berupaya menyusun rancangan undang-undang untuk membuat aturan yang lebih jelas dan lebih komprehensif. Hal ini dilakukan agar keluarga bisa tetap terus melanjutkan keturunannya.
Namun, diketahui upaya penyusunan undang-undang tersebut sampai saat ini masih terhenti.
(avk/kna)