
Jakarta –
Beberapa pekan belakangan, viral narasi yang menyebut Selat Muria yang dulu hilang tenggelam muncul lagi karena penurunan tanah di pesisir Demak, Jawa Tengah. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut Selat Muria tidak mungkin tidak mungkin terbentuk atau muncul kembali dalam waktu dekat meskipun terjadi penurunan tanah signifikan per tahun.
“Selat Muria tidak mungkin terjadi lagi (muncul kembali) karena proses secara geologi sangat lama, memerlukan waktu jutaan tahun kalau secara umur,” kata Ir. Eko Soebowo Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN dalam diskusi ‘Fenomena Selat Muria, Mungkinkah Muncul Kembali, di Gedung B.J. Habibie, Jakarta Pusat, Kamis (28/3).
Eko menjelaskan, daerah Demak dan sekitarnya secara umum didominasi dan disusun oleh endapan kuarter berupa endapan aluvial pantai atau aluvium, dan ada sedimen bersifat lunak dan tebal.
Menurutnya, kejadian banjir Demak dipicu curah hujan ekstrem dan kurangnya kesadaran lingkungan pemerintah daerah setempat. “Seharusnya pemerintah bisa menanggulangi bendungannya dengan baik, sejumlah proses pendangkalan bisa diatasi Insya Allah tidak banjir. Saya melihat pemerintah di daerah tidak aware terhadap lingkungannya, saya kira bisa dibuatkan penanganan atau mitigasinya,” paparnya.
Ir. Eko Soebowo Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN. Foto: Rachmatunnisa/detikcom
|
Lebih lanjut, Eko mengungkap bahwa di Demak terjadi penurunan muka tanah yang dipicu endapan dan pengambilan air tanah secara berlebih. Ia meminta agar pemerintah daerah membuat regulasi yang ketat sebagai upaya mitigasi.
“Di Demak sendiri faktanya penurunan tadi yang diisi endapan dan pengambilan air tanah cukup banyak. Salah satu upaya agar penurunan tanah berkurang pemerintah perlu buat regulasi dengan berdasar, pokoknya tidak boleh pengambilan tanah,” tegasnya.
Simak Video “Alasan Jurnal Ilmiah Indonesia Wajib Publikasi Internasional“
[Gambas:Video 20detik]
(rns/rns)