
Palembang –
Pemangkasan anggaran yang dilakukan pemerintahan Prabowo-Gibran berbuntut panjang. Keuntungan hotel-hotel di Palembang langsung anjlok 50 persen.
Sejumlah hotel di Palembang, Sumatera Selatan mengalami penurunan pendapatan imbas dari kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan oleh pemerintah pusat. Bukan itu saja, 50 persen kegiatan kementerian juga dibatalkan.
Assistant Public Relation Manager Hotel Santika Premiere Bandara Palembang Amanda Dian Sucia mengatakan di tahun 2025 untuk ceremonial instansi dan pemerintahan sudah dijadwalkan. Namun karena adanya kebijakan efisiensi anggaran semua kegiatan dibatalkan.
“Hampir 50 persen kegiatan dari kementerian pusat di batalkan. Ini imbas dari kebijakan efesiensi anggaran,” kata Amanda saat di konfirmasi, Minggu (16/2/2025).
Menurut Amanda, efek dari efisiensi anggaran ini membuat pendapatan hotel turun hingga 60 persen. Kondisi ini juga sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup para karyawan yang bekerja di hotel. Sebab pendapatan hotel menjadi penopang bagi pegawai-pegawai hotel.
“Beberapa pengurangan anggaran memang kebanyakan dari kementerian pusat yang diikuti beberapa pemerintahan kota,” ujar dia.
Hal senada dikatakan General Manager Aryaduta Hotel Palembang Emmy Yunarti mengatakan karena adanya efisiensi anggaran ini pendapatan hotel Aryaduta turun sampai 20 persen. Meski demikian, lanjut Emmy, pihaknya tetap mengejar pendapatan dari momen wedding dan iftar Ramadan nanti.
“Dampaknya mulai terasa, mulai berkurang event dan tamu yang biasanya ada kegiatan pemerintahan di Hotel kini sudah berkurang,” katanya.
Penurunan ini dipengaruhi dari pengurangan kegiatan dari instansi pemerintahan terutama dari pihak kementrian dan kedinasan. Pemangkasan anggaran juga berdampak pada okupansi atau tingkat hunian bulanan di hotel.
“Memang efeknya sudah mulai terasa dan cukup berdampak. Tapi target kami mengejar di momen wedding, wedding masih ramai. Jadi konsumen kita mayoritas yang juga memggelar wedding di hotel Aryaduta,” ujarnya.
Selain meraih pendapatan dari event pernikahan, kegiatan-kegiatan komunitas pun jadi target hotel untuk meningkatkan pendapatan dan menutupi efek penurunan agenda dari pemerintahan.
“Wedding biasanya kan booking dulu sampai setahun dan ini membantu pendapatan kami,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sumsel Jhon Johan Tisera mengatakan kebijakan efisiensi ini bisa berdampak pemutusan hubungan kerja.
“Efisiensi anggaran ini dampaknya cukup besar sekali. Salah satunya efisiensi dari pemutusan hubungan tenaga kerja atau PHK,” ujarnya.
Menurut Jhon, adanya efisiensi anggaran ini maka tidak akan ada lagi kegiatan di hotel-hotel. Dampaknya terjadi efek domino untuk industri perhotelan dan hiburan di Palembang.
“Efisiensi anggaran ini dampaknya besar sekali. Pendapatan bisa turun sampai 60 persen,” ujarnya.
Selain pendapatan yang menurun, tingkat hunian atau okupansi hotel pada Januari-Februari juga menurun. Okupansi hotel menurun hingga 50 persen yang berpengaruh terhadap low session.
“Saat ini Januari-Februari okuoansi hotel menurun hingga 50 persen,” katanya.
Jhon menyebut demi meningkatkan gizi anak atau makan bergizi gratis (MBG) dan perekonomian, pemerintah pusat memutuskan melakukan efisiensi anggaran padahal tidak nyambung.
“Nggak ada hubungannya efisiensi demi meningkatkan gizi anak. Nggak nyambung sebenernya malah merugikan hotel dan restoran,” ungkapnya.
Hotel yang bekerja sama dengan vendor, lanjut Jhon juga akan berdampak karena hotel membutuhkan pendapatan dari okupansi. Jika tamu sepi maka hotel melakukan pengurangan suplai makanan dan pasar sepi.
“Bayangkan 50 hotel yang biasa pake vendor dan terdampak efisiensi pasti hotel yang belanja ke vendor pasti sepi pasarnya,” ujarnya.
——-
Artikel ini telah naik di detikSumbagsel.
(wsw/wsw)