
Jakarta –
Kenyamanan penumpang di kapal pesiar Queen Anne mendadak terusik saat kapal megah seberat 113.000 ton itu memasuki ‘zona merah’ pembajakan. Penumpang pun waswas,
Sebuah video dari pengguna TikTok, @lillydapink, dengan nama akun cruisegypsyuk, yang mengungkapkan situasi itu. Video itu viral dengan ditonton lebih dari 8 juta kali.
Dalam video itu tampak momen ketika para penumpang Queen Anne menerima pengumuman khusus. Saat kapal berlayar dari Darwin, Australia, menuju Manila, Filipina, melalui Laut Sulu-Celebes, mereka diberi tahu tentang potensi risiko pembajakan.
Perwakilan kapal menjelaskan melalui pengeras suara di kabin, bahwa wilayah tersebut dikenal memiliki ancaman pembajakan. Akibatnya, protokol keamanan ditingkatkan, mulai dari penutupan dek promenade eksternal pada malam hari hingga pengaturan pencahayaan dek untuk meminimalkan visibilitas dari luar.
Selain itu, penumpang diminta untuk mematikan lampu kabin dan menutup tirai mereka.
“Kami pastikan bahwa semua tindakan pencegahan telah direncanakan dengan matang, dan risiko kejadian yang tidak diinginkan pada kapal sebesar Queen Anne sangatlah kecil,” demikian isi pengumuman tersebut.
Seorang perwakilan dari Cunard, kepada Business Insider yang dikutip dari Independent, menyatakan bahwa itu adalah prosedur standar maritim.
“Kapten memberikan pengumuman pencegahan ketika melewati area tertentu Mereka juga menekankan bahwa tidak ada ancaman khusus terhadap kapal atau penumpangnya, dan pengalaman pelayaran tetap berjalan normal,” kata dia.
Dalam unggahan selanjutnya, pengguna TikTok tersebut memuji efektivitas keamanan di Queen Anne.
“Semua tirai ditutup, dan pencahayaan dikurangi semalam. Tim keamanan bekerja dengan sangat baik dalam mengawasi kapal. Salut untuk mereka!” tulisnya.
Video lain yang diunggah menunjukkan keberadaan perangkat LRAD (Long Range Acoustic Device), atau dikenal sebagai meriam sonik, di kapal pesiar. Alat ini memancarkan suara bernada tinggi untuk menghalau potensi penyerang.
Laut Sulu-Celebes memang tercatat sebagai wilayah rawan penculikan untuk tebusan, terutama oleh kelompok seperti Abu Sayyaf yang beroperasi di Filipina Selatan. Data dari ReCAAP ISC (Regional Cooperation Agreement on Combating Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia-Information Sharing Centre) 1 sejak Maret 2016 mencatat 86 kasus penculikan di area tersebut.
(fem/fem)