Jakarta –
Para pasien Mpox yang ada RD Kongo wilayah timur harus berbaring di kasur tipis bangsal isolasi darurat. Banyak pekerja rumah sakit yang kewalahan untuk mengatasi kekurangan obat dan ruangan untuk menampung pasien yang terus masuk.
RD Kongo merupakan wilayah episentrum Mpox. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan Mpox sebagai darurat kesehatan masyarakat global tahun lalu.
Pekan lalu, ada sekitar 135 pasien di bangsal Mpox berisi anak-anak dan orang dewasa berdesakan di antara tiga tenda plastik besar. Tenda tersebut didirikan di atas tanah lembab tanpa penutup lantai.
Kerabat yang biasanya datang menyediakan sebagian besar makanan rumah sakit di Kavumu dilarang untuk mengunjungi bangsal Mpox. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kontaminasi dan penyebaran.
“Kami tidak punya apa-apa untuk dimakan,” ucap Nzigire Lukangira (32), seorang ibu yang menemani anak balitanya dirawat di rumah sakit karena Mpox, dikutip dari Reuters, Selasa (3/9/2024).
“Ketika kami meminta sesuatu untuk menurunkan suhu badan anak-anak kami, mereka tidak memberi apa pun,” sambungnya.
Kepala Tim Tanggap Mpox di RD Kongo Cris Kacita mengatakan memang telah terjadi kekurangan obat di beberapa wilayah Afrika. Pada saat ini kiriman sumbangan termasuk bantuan 115 ton obat-obatan dari Bank Dunia menjadi prioritas.
Kondisi ini membuat Lukangira harus berimprovisasi untuk memberikan pengobatan tradisional untuk meredakan nyeri anaknya. Ia mencelupkan jari mereka ke kalium bikarbonat atau air jeruk lemon asin dan memecahkan lepuh pada kulit anak mereka.
Orang dewasa melakukan hal serupa pada tubuh mereka sendiri. Lukangira sesekali juga memberi anaknya itu madu.
Menurut Kementerian Kesehatan RD Kongo, terdapat 19.710 kasus dugaan Mpox yang dilaporkan sejak awal tahun hingga 31 Agustus. Dari jumlah tersebut, 5.041 kasus terkonfirmasi dan 655 kasus dalam kondisi fatal.
(avk/kna)