Jakarta –
Ombudsman RI akan mengkaji dugaan malaadministrasi pariwisata di Indonesia. Mereka menyoroti pengembangan potensi wisata dan masalah regulasi yang ada.
“Kita punya banyak potensi wisata, tetapi banyak yang belum berkembang. Ini kan sangat disayangkan. Sementara kita kan tahu, masalahnya tuh ada, banyak masalahnya terjadi di sektor itu,” kata Anggota Ombudsman RI Hery Susanto seperti dikutip dari Antara, Senin (27/1/2024).
Dia menjelaskan masalah pada bidang pariwisata itu antara lain potensi wisata yang dibiarkan tidak berkembang oleh pemerintah pusat maupun daerah, hingga daerah dengan potensi wisata beragam dan potensial tetapi tidak tergali dengan baik.
“Lalu ada satu pembiaran karena keterbatasan infrastruktur, dan jalur-jalur perhubungan misalnya, tetapi, marak pungli di sana. Ini kan sayang gitu,” ujarnya.
Selain itu, dia mengatakan bahwa ada beberapa zona wisata prioritas, tetapi saat ini belum berkembang dengan menggembirakan.
“Nah, kami ingin tahu sebetulnya, Ada problem-problem apa yang terjadi secara regulasi dalam sektor tersebut,” kata dia.
Pungutan Turis Asing di Bali Dinilai Belum Optimal
Sementara itu, Ombudsman Perwakilan Bali menyoroti pungutan turis asing yang masuk Pulau Dewata sejak Februari 2024 karena belum maksimal, baik penerapannya maupun pemanfatannya. Sejauh ini belum semua turis asing yang masuk ke Bali patuh membayar pungutan yang diatur berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pungutan bagi Wisatawan Asing itu.
“Dari sisi kemanfaatannya, sebenarnya itu bisa bermanfaat. Bagaimana meningkatkan kualitas pelayanan kepariwisataan,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Bali Ni Nyoman Sri Widhiyanti Sri, dalam acara coffee morning bertajuk ‘Tata Kelola Pelayanan Kepariwisataan Budaya Bali untuk Wisatawan Asing di Provinsi Bali’ di kantor Ombudsman, Denpasar, Kamis (23/1).
“Hanya saja satu tahun terakhir ini, sudah berjalan. Tapi kami melihat pungutan ini belum efektif,” kata Sri.
Dia berharap penerapan pungutan pada 2025 bisa lebih efektif. Ini agar sesuai target dan memiliki manfaat yang bisa dirasakan bersama, baik masyarakat Bali maupun wisatawan yang datang ke Bali.
“Intinya, ini suatu potensi besar. Kalau digarap dengan baik dari segi kemanfaatannya, bisa membantu sekali bagaimana pelayanannya,” ujar perempuan kelahiran Cimahi, Jawa Barat, itu.
Sri juga menekankan pemanfaatan pungutan turis asing untuk pelestarian budaya dan penanganan lingkungan. Dia meminta Dinas Kebudayaan turun langsung ke desa-desa adat untuk mendistribusikan hasil pungutan turis asing.
Begitu juga dengan penanganan sampah. Namun, pemanfaatannya harus benar-benar tepat dan efektif. “Karena pemasukan dan pengeluaran itu kan belum berimbang, pemasukan baru sedikit sementara pengeluaran sangat banyak,” ujarnya.
Menurut dia, potensi pungutan turis asing sangat besar. Dia menilai Peraturan Daerah (Perda) juga harus mengatur sanksi untuk warga negara asing (WNA) yang tidak membayar retribusi.
“Perbaikan sistem pembayaran, termasuk bagaimana sanksi bagi WNA yang tidak membayar,” ujar Sri.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali Dewa Made Indra juga sepakat pungutan turis asing akan diprioritaskan untuk perlindungan kebudayaan Bali dan penanganan sampah.
“Pungutan bagi wisatawan asing ini dipergunakan untuk pemeliharaan budaya dan penanganan persoalan sampah,” ujar Indra.
“Ini merupakan prioritas utama kami di tahun 2025. Ini juga menjadi komitmen kami dalam melestarikan Bali ke depannya,” dia menambahkan.
Ya, hingga Desember 2024, realisasi pungutan turis asing yang masuk kantong Pemprov Bali mencapai Rp 300 miliar lebih sejak diterapkan pada 14 Februari 2024. Namun, jumlah itu baru dibayarkan sekitar 35 persen turis asing.
(fem/fem)