Jakarta –
Nice di Prancis berencana untuk melarang kapal pesiar besar. Rombongan penumpang dituding menjadi penyebab overtourism, sudah begitu turis-turis dari kapal pesiar tidak mau belanja.
Wali Kota Nice, Christian Estrosi, yang melontarkan usulan itu. Dia mengkritik keberadaan kapal pesiar besar di kota yang terletak di French Riviera, yang memiliki iklim hangat, kawasan pejalan kaki yang elegan, serta berbagai daya tarik budaya seperti gedung opera dan museum.
“Saya tidak ingin kapal pesiar besar ini berlabuh di Nice,” kata Estrosi dikutip dari The Independet, Senin (3/2/2025).
“Kapal pesiar yang mencemari lingkungan dan membawa wisatawan yang hanya mengunjungi tanpa menghabiskan uang itu hanya meninggalkan sampah di belakang mereka. Saya rasa kapal pesiar seperti ini tidak cocok di sini,” dia menambahkan.
Estrosu sekaligus mengungkapkan rencana untuk menandatangani peraturan daerah yang melarang kapal pesiar dengan panjang lebih dari 190 meter dan kapasitas lebih dari 900 penumpang, berlabuh di Nice dan Villefranche-sur-Mer mulai musim panas mendatang.
Estrosi juga memperkirakan kebijakan tersebut akan mengurangi jumlah penumpang kapal pesiar yang datang ke kota itu hingga 70%.
“Sekarang ini, kami memiliki kapal pesiar besar dengan lebih dari 5.000 penumpang yang benar-benar seperti kota terapung. (Kapal-kapal) seperti ini jelas tidak sesuai dengan model pariwisata yang ingin kami bangun,” kata Estrosi.
Menurut Estrosi, mereka telah berusaha menghindari pembangunan beton yang merusak kota Nice, dan kini mereka tidak akan membiarkan pariwisata berlebihan merusak kota tersebut. Dia juga menekankan dampak negatif pelayaran terhadap polusi.
“Pariwisata berlebihan dan polusi yang dihasilkan oleh kapal pesiar ini adalah masalah besar yang harus kami hadapi di Nice. Kegiatan ini sebenarnya tidak menguntungkan bagi wilayah kami dan malah menambah polusi serta mengancam kesehatan masyarakat di Nice dan Villefranche,” ujar Estrosi.
Ilustrasi. (Getty Images/vale_t)
|
Pernyataan Wali Kota Nice itu memicu perdebatan mengenai dampak hilangnya wisatawan kapal pesiar terhadap ekonomi setempat. Aktivis lingkungan, Juliette Chesnel-Le Roux, yang juga Ketua Partai Ekologi lokal, mendukung keputusan tersebut dan menyebutnya sebagai kemenangan besar dan bersejarah.
Namun, beberapa pemilik restoran dan toko di kota itu khawatir larangan tersebut akan merugikan bisnis mereka. Staf dari Restoran Trastevere di Villefranche-sur-Mer mengatakan bahwa pengunjung restoran mereka meningkat pesat saat kapal pesiar tiba, bahkan mereka mengaku bahwa wisatawan kapal pesiar tersebut mengonsumsi banyak.
Langkah Estrosi itu terinspirasi oleh kebijakan serupa yang diterapkan di Venesia yang sudah berlaku selama enam tahun sejak 2019.
“Venesia telah berhasil mengembalikan keindahan dan lanskapnya berkat kebijakan wali kota yang tegas melarang kapal pesiar. Kami ingin melakukan hal yang sama,” kata Estrosi dikutip The Independent dari Monaco Life.
Jika larangan itu diberlakukan, Nice akan mengikuti jejak kota-kota wisata Eropa lainnya yang juga mengambil langkah serupa untuk mengurangi dampak kelebihan turisme dan polusi. Di Ibiza, misalnya, otoritas setempat memberlakukan aturan baru pada bulan September yang membatasi jumlah kapal pesiar yang boleh berlabuh sekaligus, tidak lebih dari dua kapal.
Amsterdam juga telah melarang kapal pesiar berlabuh di pusat kota pada tahun 2023, sementara Santorini dan Mykonos pada tahun lalu mengumumkan pajak turis sebesar 20 euro (Rp 360 ribu) bagi wisatawan yang datang dengan kapal pesiar.
(upd/fem)