Jakarta –
Sebagian besar wanita rela melakukan apa saja demi mempercantik diri. Mereka pun tidak segan-segan menjalani prosedur medis agar bisa tampil seperti yang diinginkan.
Tapi terkadang, keinginan untuk menjadi cantik bisa menjadi bumerang yang membahayakan. Itulah yang dialami oleh dua orang wanita yang terkena penyakit autoimun setelah menjalani prosedur tato alis.
Dikutip dari The Sun, kedua wanita yang tidak disebutkan namanya itu menjalani prosedur tato alis bernama microblading untuk menebalkan alis mereka. Tapi selang setahun kemudian, salah seorang dari mereka memeriksakan diri ke dokter setelah mendapati plak berwarna oranye di area sekitar alisnya.
Hal yang sama juga terjadi pada wanita lain. Hanya saja, dia mengalami gejala tersebut enam tahun setelah melakukan microblading.
Berdasarkan hasil biopsi, ditemukan bahwa kedua wanita itu mengidap penyakit autoimun bernama sarkoidosis. Hasil rontgen pun menunjukkan penyakit itu juga telah menyerang paru-paru dan kelenjar getah bening mereka.
Apa Itu Sarkoidosis?
Dikutip dari Mayo Clinic, sarkoidosis adalah kondisi yang ditandai dengan pertumbuhan abnormal dari sel-sel radang yang kemudian membentuk kumpulan yang disebut granuloma. Pada beberapa kasus, sarcoidosis hanya terjadi pada kulit, dan dikenal dengan sebutan cutaneous sarcoidosis.
Tapi pada kebanyakan orang, sarcoidosis dapat menyebar hingga ke paru-paru dan kelenjar getah bening. Kondisi ini disebut juga dengan systemic sarcoidosis. Systemic sarcoidosis juga dapat menyerang otak, ginjal, dan jantung, sehingga bisa berakibat fatal.
Hingga saat ini, belum ada pengobatan yang bisa benar-benar menyembuhkan sarcoidosis. Upaya penanganan dilakukan untuk mengendalikan gejalanya saja.
Tato Alis Bisa Picu Sarcoidosis?
Menurut hasil temuan yang dipaparkan di Journal of Medical Case Report, dokter menyimpulkan kedua wanita itu terkena sarcoidosis akibat prosedur microblading yang dijalani.
“Microblading mungkin memicu perkembangan sarcoidosis pada kedua pasien,” tulis dokter dalam jurnal tersebut.
Dokter menduga tinta yang digunakan untuk prosedur itu dapat memicu penyakit pada individu yang rentan ketika jumlahnya sudah melewati ambang batas tertentu.
Berkaca dari kasus ini, peneliti mengimbau dokter dan praktisi kecantikan yang menawarkan prosedur tersebut untuk selalu memberitahu klien risiko yang dapat terjadi.
“Sebelum melakukan prosedur tersebut, pasien harus terinformasi dengan baik mengenai risikonya meskipun jarang terjadi,” ujarnya.
Simak Video “Peneliti di Korea Selatan Kembangkan Tinta Tato Elektronik“
[Gambas:Video 20detik]
(ath/kna)