Jakarta –
Penjualan mobil baru di Indonesia tidak tembus satu juta unit. Selain faktor masyarakat kelas menengah yang turun kasta, dan lebih memilih mobil bekas. Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengungkapkan kenaikan harga mobil tidak sama dengan besaran pendapatan masyarakat. Kondisi antara harga dan pendapatan masyarakat Indonesia seperti buaya mangap.
“Harga mobil kita itu naiknya rata-rata 7,5 persen per tahun. Sementara income masyarakat kelas menengah tadi, naiknya di batasan inflasi 3 persen. Jadi (kondisinya) makin lama, kayak mulut buaya (jarak harga mobil dan pendapatan), nganga terus. Nggak mampu beli mobil,” kata Kukuh Kumara di Gedung Kemenperin, Jakarta, belum lama ini.
Diketahui dalam Data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan 9,48 juta warga kelas menengah Indonesia turun kelas dalam lima tahun terakhir, proporsinya menjadi hanya 47,85 juta. Kini, proporsinya hanya 17,13% dari total populasi, turun dari 21,45% pada lima tahun silam. Padahal, proporsi kelas menengah diharapkan mencapai sekitar 70% dari total populasi pada 2045.
Kelas menengah yang turun kasta ini juga bikin penurunan daya beli, khususnya di sektor otomotif.
“Daya beli yang utama kalau kita lihat lebih lanjut, kemampuan dari kelas menengah kita. Kalau teman-teman melihat apa yang dilaporkan BPS dari 2019-2024. Di mana jumlah kelas menengah kita berkurang,” kata Ekonom Senior, Raden Pardede dalam kesempatan yang sama.
Lebih lanjut Kukuh mengatakan kelas menengah bukannya tidak membeli mobil. Dia mengungkapkan data penjualan mobil bekas justru lebih tinggi dari total pasar otomotif kendaraan baru.
“Kelas menengah beli mobil. Belakangan mereka belinya adalah beli mobil bekas. Jadi mobil bekas sekarang itu laku. Karena lebih transparan, cacatnya di mana, bekas baret di mana, kena banjir atau tidak. Ada semua,” ungkap Kukuh.
“Ternyata itu ada jawaban lain. Kita belum punya data exact-nya. Pasar mobil bekasnya diperkirakan 1,8 juta unit setahun,” kata Kukuh.
“Sementara mobil barunya hanya 1 juta. Total 1,8 juta. Alangkah eloknya kita bisa manfaatkan untuk kendaraan-kendaraan baru,” jelasnya lagi.
Harga mobil baru di Indonesia juga dibentuk dari berbagai instrumen pajak. Bisa nyaris 50 persen merupakan tarif pengenaan pajak yang dibebankan ke konsumen.
Tahun ini industri otomotif juga menghadapi tantangan dengan hadirnya opsen pajak. Meski beberapa daerah sedang melakukan relaksasi berupa pemotongan diskon pajak.
Lantas apa jadinya jika opsen pajak diberlakukan sepenuhnya? berdasarkan hitung-hitungan Pengamat Otomotif dari LPEM UI, Riyanto, kenaikan harga mobil bisa sampai 6,2 persen. Dengan asumsi opsen diberlakukan ke semua wilayah, serta pungutan pajak kendaraan bermotor 1,2 persen dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) 12 persen.
“Kalau sebelum ada opsen itu kira-kira pajak mobil itu dijumlah sekitar 40 persen. Jadi kalau harga off the road-nya Rp 100 juta, on the road-nya jadi Rp 140 juta,” kata Riyanto.
“Begitu ada opsen, opsen itu kan 66 persen dari PKB, 66 persen dari BBNKB, kira-kira bisa bertambah sekitar 9 persen. Jadi 49 persen adalah pajak. Jadi kalau ini berlaku seluruhnya, harga mobil akan naik sekitar 6,2 persen,” kata Riyanto.
“Kalau harganya Rp 200 juta, naik jadi 212-213 juta. Jadi cukup besar,” jelas dia.
(riar/dry)