Menjelang Salat Jumat 22 Maret 2023, Yadi keluar dari Masjid Al Hidayah di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Pria yang berprofesi sebagai marbot Masjid itu masuk ke kios Agen BRILink milik Surono (54 tahun) yang persis berada di samping Masjid.
Setelah mengucap salam dan masuk ke dalam kios berukuran 3 x 4 meter itu, Yadi memberikan segepok uang pecahan Rp 50.000 kepada Surono. “Biasa yang tadi pagi,” kata Yadi.
Surono menerima uang itu dan langsung menaruhnya di laci. Yadi pun langsung bergegas kembali ke masjid. Kepada detikcom, Surono mengatakan bahwa Yadi adalah salah satu pelanggan BRILinknya. Setiap sepekan sekali dia transfer uang Rp 2.500.000 ke Bank BRI.
Biasanya Yadi akan kirim pesan WhatsApp ke Surono agar ditransfer sejumlah uang ke rekening BRI. Surono akan mentransfer dengan jumlah sesuai permintaan Yadi. Setelah selesai transfer Surono akan mengirimkan bukti transfer ke Yadi. “Nah uangnya nanti dikasih siangnya setelah transfer,” kata Surono.
Yadi bukan satu-satunya pelanggan yang melalui pesan WhatsApp minta agar Surono transfer uang ke rekening tertentu, kemudian pelanggan tersebut baru akan menyerahkan uangnya beberapa jam kemudian setelah transaksi selesai. Banyak pelanggan Surono karena sudah biasa dan saling percaya melakukan hal serupa.
Hal itu sudah lama dilakukan oleh Surono. Sebab kebanyakan pelanggan agen BRILinknya adalah pedagang di Pasar Pelita Tanjung Priok, Jakarta Utara. Ada juga pedagang nasi goreng, dan tukang jahit keliling.
Pedagang di Pasar Pelita misalnya, saat belanja buah atau sayuran ke Pasar Induk Kramat Jati tak jarang diminta untuk transfer uang dulu. Musabab sudah kenal dan jadi pelanggan agen BRILink Surono, maka pedagang tersebut tinggal kirim pesan WhatsApp agar ditransfer sejumlah uang. Baru kemudian sore harinya setelah bubaran pasar uang diantar ke Surono, atau Surono mengambil ke pasar sesuai kesepakatan.
Menurut Surono dengan strategi inilah dia bisa bertahan sebagai agen BRILink selama lebih dari sepuluh tahun. Pria asal Wonogiri, Jawa Tengah ini lupa persisnya menjadi agen BRILink. “Saya lupa kayaknya sejak ada BRILInk,” kata dia.
Awalnya Surono adalah seorang pekerja pada sebuah pabrik di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Hingga pada saat terjadi krisis moneter 1998 dia di-PHK dan mendapat pesangon sebesar Rp 8.000.000. Uang pesangon tersebut kemudian digunakan untuk menyewa sebuah rumah bersama keluarganya.
Di rumah kontrakannya itulah Surono kemudian membuka reparasi dan sewa televisi tabung. Di awal tahun 2000-an di sekitar rumah kontrakan Surono masih banyak pelajar pelajar sekolah pelayaran yang mencari sertifikasi. Mereka sering menyewa televisi di tempat Surono untuk waktu 1 hingga 3 bulan.
Ada juga sebuah pabrik yang banyak karyawan ngekos di sekitar kontrakan Surono. Hingga kemudian, kata Surono, mungkin di awal 2014-an ada kebijakan bahwa sertifikasi sekolah pelayaran yang awalnya terpusat di Tanjung Priok bisa diambil di wilayah. Pada saat hampir bersamaan pabrik di Tanjung Priok juga melakukan relokasi ke daerah Cikarang, Jawa Barat.
Usaha servis dan persewaan televisi milik Surono pun mengalami penurunan omset. Hingga kemudian datang seorang Petugas Agen BRILink (PAB) menawarkan agar Surono menjadi agen BRILink. “Saya bilang waktu itu, saya mau kalau saya diajari. karena saya tidak bisa,” tutur Surono.
Surono dan anaknya kemudian diajari cara mengoperasikan BRILink. Selain mesin BRILink, petugas juga memberikan spanduk BRILink untuk dipasang di rumahnya. Awalnya pelanggan BRILink adalah tetangga di sekitar rumah Surono. Kemudian dari mulut ke mulut sampai ke pedagang di Pasar Pelita yang tak jauh dari rumah Surono.