
Jakarta –
Berkembangnya tren all you can eat membuat banyak restoran serupa yang muncul. Tahukah kamu? Ternyata tren all you can eat berasal dari budaya di negara ini.
Konsep restoran makan sepuasanya atau All You Can Eat kini tengah menjamur. Sejak beberapa waktu lalu kehadiran all you can eat ternyata disambut baik oleh para foodies.
Terutama bagi mereka yang memang sanggup dan doyan makan banyak. Pada sistem ini tamu restoran yang datang diperbolehkan untuk makan sepuasnya dan hanya membayar satu harga saja.
Fakta all you can eat tidak tercipta di era modern. Ternyata tren makan sepuasnya ini berkembang dari suatu budaya kuliner di negara ini.
Budaya menyajikan lauk makanan yang banyak ternyata sudah dilakukan sejak berabad-abad lamanya. Foto: Getty Images/iStockphoto/varunyu suriyachan
|
Melansir Mashed, budaya makan banyak bersama-sama sudah menjadi kebiasaan masyarakat di Eropa jauh sebelum Roma Kuno hadir. Ketika berdirinya era pemerintahan Roma Kuno, budaya ini semakin diperkuat hingga terbitnya kebiasaan vomitorium.
Vomitorium merupakan aksi memuntahkan makanan dengan sengaja agar sanggup menelan lebih banyak makanan pada sesi selanjutnya. Biasanya hidangan pesta makan sepuasnya ini berupa potongan daging sap, buah, hingga sayur-sayuran.
Budaya makan sepuasnya menjadi rutinitas masyarakat Roma Kuno untuk mengadakan acara yang besar dan bahagia. Seperti pernikahan, liburan, dan perayaan lain yang memiliki arti penting.
Hingga akhirnya budaya all you can eat modern disebut berkembang di Swedia. Kebiasaan tersebut dimulai pada abad ke-16 karena kekhawatiran orang Swedia terhadap kurangnya makanan untuk tamu yang datang diundang.
![]() |
Di Swedia budaya ini dikenal dengan istilah brännvinsbord. Menu yang disarankan berupa makanan pembuka, daging sapi, keju, hingga berbagai jenis minuman alkohol yang digemari orang Swedia.
Para pencatat sejarah juga memperkirakan adanya penyebaran budaya hingga menciptakan smörgåsbord di Finlandia. Menu all you can eat bagi orang Finlandia lebih fleksibel karena pilihannya biasanya disesuaikan dengan keuangan dan ekonomi tuan rumahnya.
Lambat laun budaya ini menyebar ke seluruh Eropa dan Amerika Serikat. Ditambah ketika terjadi krisis moneter dunia pada 1929 dan 1939 all you can eat semakin populer karena penawaran kuantitas makanan yang banyak untuk semua orang yang datang.
Sejak saat itu all you can eat mulai dilirik oleh negara-negara di dunia lainnya. Termasuk di Indonesia, restoran all you can eat dapat disesuaikan harganya dengan kantong para tamu yang ingin datang dan mencobanya.
Simak Video “Alasan Ketupat Jadi Makanan Identik saat Lebaran “
[Gambas:Video 20detik]
(dfl/odi)