
Jakarta –
Industri pariwisata di Indonesia terus berkembang hingga muncul tren glamping (glamorous camping), yakni konsep menginap di alam terbuka yang menggabungkan kenyamanan fasilitas modern dengan sensasi khas berkemah.Biasanya, pengalaman ini bisa ditemukan di kawasan alam terbuka, seperti hutan, perkebunan teh, atau bahkan pantai.
Namun, dengan semakin berkembangnya konsep penginapan ini, muncul juga kekhawatiran dari para wisatawan terkait dampaknya terhadap lingkungan. Sebagai salah satu perusahaan yang mempelopori glamping di Indonesia, Bobocabin turut menyadari pentingnya menjaga keberlanjutan lingkungan di setiap lokasi yang mereka kelola.
Sejak pertama kali hadir pada tahun 2021, perusahaan asal Bandung ini telah mengintegrasikan inovasi modularitas dalam setiap pembangunan unitnya demi memastikan proses konstruksi yang efisien dan minim dampak lingkungan.
Pertama, prinsip modularitas yang diadaptasi oleh Bobocabin mengoptimalkan proses pembangunan melalui sistem prefabrikasi. Artinya, setiap bagian kabin diproduksi terlebih dahulu di fasilitas luar lokasi, sehingga hanya terjadi proses perakitan (assembly) di lapangan.
Selain itu, alih-alih menggunakan pondasi beton permanen yang memerlukan pengecoran, Bobocabin menerapkan sistem sekrup yang dapat dipasang dan dilepas. Pemasangan sekrup ini membuat bentuk pondasi kabin mirip dengan konsep rumah panggung, memungkinkan lahan tetap terjaga dan bisa dikembalikan ke kondisi semula jika lokasi tidak lagi digunakan untuk operasional penginapan.
Kedua, pendekatan prefabrikasi juga memungkinkan konstruksi dilakukan tanpa memerlukan alat berat dan tenaga konstruksi yang ekstensif. Proses dan waktu pembangunan pun jadi semakin optimal. Hasilnya, dampak lingkungan selama proses konstruksi dapat ditekan secara dratis, jauh lebih kecil dibandingkan dengan metode pembangunan hotel konvensional.
Terakhir, prinsip modularitas juga memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan tidak mengganggu daya serap air tanah. Aspek ini penting karena karena tanah yang dibiarkan alami memiliki kemampuan lebih optimal untuk menyerap air hujan, sehingga mengurangi risiko genangan dan banjir.
Memperhatikan hal tersebut, Bobobox menggunakan rasio lahan yang sangat minim untuk pembangunan kabin dibandingkan dengan total area yang tersedia. Dengan skema ini, perusahaan menjaga agar sebagian besar lahan tetap dalam kondisi alami dan air hujan dapat terserap dengan baik ke dalam tanah, sehingga volume air di permukaan stabil dan berkontribusi pada lingkungan yang lebih aman dari risiko banjir di daerah hilir.
ESG Program Manager Bobobox, Satria Gundara, mengatakan pihaknya ingin memperlihatkan bagaimana inovasi di industri perhotelan dapat berjalan seiring dengan komitmen terhadap kelestarian lingkungan.
“Modularitas adalah prinsip yang kami miliki sejak pertama kali berdiri. Dengan pendirian unit Bobocabin di berbagai titik lokasi strategis pariwisata Indonesia, kami ingin memastikan bahwa pembangunan kabin kami ramah lingkungan dan mampu menjaga keberlanjutan ekosistem alam sekitar,” ujar Satria.
(agt/agt)