Tokyo –
Melemahnya mata uang yen membuat Jepang dibanjiri turis. Semua jadi lebih murah, termasuk barang-barang branded.
Dilansir dari Reuters pada Jumat (2/8/2024), mata uang yen mencapai titik terendah terhadap dolar dalam 38 tahun. Turis-turis, kebanyakan turis China, menyerbu barang-barang desainer dan berfoya-foya di Jepang.
Volatilitas yen berarti perusahaan tidak dapat dengan mudah menaikkan harga untuk mencerminkan mata uang secara akurat, membuat mereka terjebak dengan margin yang lebih rendah di Jepang, setidaknya selama yen tetap lemah.
Zhang Lei, seorang DJ berusia 29 tahun dari provinsi selatan Hunan, mengunjungi Jepang untuk pertama kalinya, tetapi mengatakan bahwa ia sudah ingin datang lagi.
“Lebih murah,” kata Zhang, yang membawa dua tas belanja Louis Vuitton dan satu tas dari merek pakaian olahraga Onitsuka Tiger pada suatu Sabtu baru-baru ini di distrik Ginza yang mewah di Tokyo.
Di dekatnya, sekitar 15 orang mengantre untuk memasuki butik Louis Vuitton, sambil mengipasi diri mereka di tengah terik matahari.
Zhang mengatakan bahwa pembeliannya sejauh ini termasuk sepatu dan tas. Ia berencana untuk membeli jam tangan berikutnya, katanya, sambil menunjuk pergelangan tangannya sambil mengulang kata ‘Rolex’.
Tren ini mengejutkan raksasa barang mewah Prancis LVMH, yang juga memiliki Dior dan Fendi.
“Kami benar-benar mengalami pergeseran bisnis yang besar dari Asia ke Jepang,” kata Kepala Keuangan Jean-Jacques Guiony dalam panggilan pendapatan baru-baru ini.
Hal itu berdampak deflasi pada bisnis LVMH di China karena pelanggan menunda belanja di dalam negeri, sehingga memberikan tekanan signifikan pada margin, katanya.
Tas tangan Alma BB yang populer dari Louis Vuitton dijual seharga 14.800 yuan di China, setara dengan 2.050 USD atau Rp 33,2 jutaan. Di Jepang, tas ini dijual seharga 279.400 yen, atau 1.875 USD (Rp 30,4 jutaan). Bulan lalu yen berada di titik terlemah, tas ini dijual dengan harga serendah 1.725 USD (RP 28 juta).
Menurut produsen minuman Remy Cointreau (RCOP.PA), turis China juga turut mendorong penjualan minuman beralkohol mewah di Jepang.
“Jepang menghasilkan pertumbuhan penjualan yang kuat, didorong oleh pariwisata dan yen yang lemah,” kata CFO Remy Cointreau Luca Marotta.
Grup mewah Swiss Richemont (CFR.S), yang memiliki merek Cartier, melihat penjualan di Jepang meningkat hampir 60% pada kuartal pertama, dibantu oleh wisatawan China, Asia Tenggara, dan Amerika, katanya.
“Belanja, belanja, belanja,” kata Fumiko Annisa, yang berkunjung dari Indonesia.
“Merek-merek kelas atas murah di sini. Kami akan membeli Dior tetapi kami akan ke Chanel terlebih dahulu.”
(bnl/fem)