Jakarta –
Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) menilai rencana PPN naik menjadi 12 persen memberi beban baru bagi rakyat. LMND menyayangkan rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu karena dianggap tak sesuai dengan kondisi sebagian besar masyarakat.
“Baru saja Pemerintahan Prabowo-Gibran memberi angin segar kepada rakyat dengan memutihkan utang petani, nelayan dan UMKM. Pemerintah melalui Kementrian Keuangan membawa badai dengan mengumumkan akan menaikkan pajak pertambahan nilai (ppn) dari 11% menjadi 12% pada awal tahun 2025,” kata Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) LMND Arifin Ode dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/11/2024).
Dia mengatakan PPN 12 persen tak sesuai dengan semangat Pemerintah dalam memperbaiki kesejahteraan rakyat. Dia mengatakan menaikkan pajak seperti jalan pintas untuk menyelesaikan masalah keuangan negara.
“Alih-alih terus konsisten memperbaiki kehidupan rakyat, pemerintah justru memberi beban baru bagi rakyat. Peningkatan PPN merupakan jalan pintas yang dilakukan oleh negara untuk mendapatkan uang dengan cepat dalam menanggulangi pembiayaan program-program strategis dan utang yang akan jatuh tempo,” ujar Arifin.
“Sebagaimana kita ketahui bahwa pada tahun 2025 utang jatuh tempo membengkak menjadi Rp 800,33 triliun. Itu artinya sekitar lebih kurang 20% dari target APBN tahun 2025 sebesar Rp 3.005,1 triliun digunakan untuk membayar utang,” sambungnya.
Arifin mengatakan pajak yang digunakan untuk membayar utang negara akhirnya berdampak pada pelayanan negara pada rakyatnya yang tak maksimal. Dia pun menuturkan Presiden Prabowo sebenarnya telah menyiratkan soal kekayaan segelintir kalangan di mana seharusnya Kemenkeu menangkap hal tersebut untuk merumuskan kebijakan terkait.
“Alakosi pajak rakyat yang seharusnya untuk fasilitas, tunjangan, dan jaminan sosial beralih untuk membayar utang sehingga menyebabkan pelayanan sosial bagi rakyat tidak maksimal,” ujarnya.
“Sebenarnya Presiden Prabowo Subianto telah memberikan clue terkait dengan keberdaaan kekayaan ekonomi yang dimiliki oleh segelintir orang di Indonesia. Semestinya Kementrian Keuangan menerjemahkan clue tersebut sebagai peluang pendapatan tambahan bagi negara dengan merumuskan kebijakan pajak kekayaan,” lanjutnya.
Kemudian, dia mengutip data Badan Pusat Statistik soal turunnya angka masyarakat kelas menengah pada 2019 sebanyak 57,33 juta menjadi 47,85 juta di tahun ini. Dia juga mengutip data kemenaker soal besarnya jumlah masyarakat yang di PHK pada periode Januari hingha Oktober lalu.
“Keputusan pemerintah menaikkan PPN juga sangat tidak sesuai dengan kondisi kehidupan rakyat yang mengalami kesulitan hidup saat ini. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan signifikan pada kelas menengah dari 57,33 juta jiwa pada tahun 2019 menjadi 47,85 juta jiwa pada tahun 2024. Pada sisi lain, Kemenaker mencatat sebanyak 59.764 orang terkena PHK dari Januari-Oktober 2024,” tuturnya.
“Selain itu, terjadi penurunan daya beli rakyat pada quartal II tahun 2024 dengan angka 4,95%, di mana quartal sebelumnya sebesar 5%. Berbagai masalah ini mestinya menjadi indikator pemerintah agar tidak membuat kebijakan yang menyusahkan bagi rakyat,” imbuhnya.
Oleh sebab itu, Arifin meminta Kemenkeu menunda rencana kenaikan PPN 12% dan menstabilkan kehidupan masyarakat. Dia menuturkan kenaikan PPN akan berefek domino.
“Pemerintah melalui Kementrian Keuangan perlu menunda keinginan untuk menaikkan PPN. Menstabilkan kehidupan rakyat melalui berbagai kebijakan yang efektif menyelesaikan persoalan rakyat lebih urgent ketimbang menaikkan PPN yang bisa memperdalam masalah ekonomi nasional saat ini. Karena dengan menaikkan PPN akan memberi pengaruh terhadap kenaikan harga-harga barang dan jasa yang bisa merugikan para pengusaha besar maupun kecil,” ujar Arifin.
“Kerugian dapat terjadi dengan minimnya konsumsi rakyat terhadap barang dan jasa yang ada. kalau itu terjadi, bukan tidak mungkin para pengusaha akan mengurangi jumlah tenaga kerja yang menambah jumlah PHK dan pengangguran. Alhasil Indonesia akan memasuki resesi ekonomi yang saat ini dunia sedang mengarah ke sana,” pungkasnya.
Luhut Sebut Akan Diundur
Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemberlakuan PPN menjadi 12 persen disebut akan diundur. Hal itu dilakukan karena pemerintah ingin memberikan bantuan sosial atau stimulus terlebih dahulu masyarakat kelas menengah dan bawah.
Menurut Luhut penerapan PPN 12% memang harus diiringi dengan stimulus untuk masyarakat yang akan terdampak. Untuk diketahui PPN 12% rencananya akan berlaku mulai 1 Januari 2025.
“PPN 12% itu sebelum itu jadi, harus diberikan dulu stimulus kepada rakyat yang ekonominya susah, mungkin lagi dihitung dua bulan, tiga bulan. Ada hitungan (untuk kelas menengah),” terang Luhut ditemui di TPS 004, Kelurahan Kuningan Timur, Jakarta Selatan, Rabu (27/11).
Mengingat akan terlebih dahulu digelontorkan bansos, kebijakan itu mungkin akan diundur. Namun keputusan tetap berada di tangan Presiden Prabowo Subianto.
(azh/fjp)