
Bangli –
Bali, masih menjadi primadona wisatawan domestik saat libur panjang Lebaran. Mereka menyerbu Desa Wisata Penglipuran di Kabupaten Bangli.
Pengelola kawasan mencatat sudah ada 35 ribu turis domestik yang mengunjungi Penglipuran sejak 31 Maret lalu.
“Sampai 5 April kemarin sudah 35.742 wisatawan domestik yang berkunjung. Kami menargetkan per harinya kedatangan 3.000-4.000 orang,” kata Ketua Pengelola Desa Wisata Penglipuran I Wayan Sumiarsa, Minggu (6/4/2025).
Sumiarsa mengakui wisatawan domestik masih mendominasi kunjungan ke Penglipuran. Ia mencatat jumlah turis asing yang datang ke desa wisata itu mencapai 2.000 orang.
Menurut Sumiarsa, puncak kunjungan wisatawan terjadi saat H+3 Lebaran dengan jumlah kunjungan mencapai 7.500 orang sehari. Menurutnya, lonjakan pengunjung tersebut juga membuat okupansi homestay di sekitar Penglipuran meningkat.
“Alasan pengunjung yang menginap sih mereka ingin dapat suasana desa di malam hari dan pagi hari sambil melihat aktivitas warga,” tutur Sumiarsa.
Ada sejumlah penginapan milik warga di Penglipuran. Pengelola juga menyiapkan sejumlah kamar eksklusif bagi turis yang ingin menginap di desa tersebut. Bahkan, pengunjung bisa merasakan kehidupan di desa itu dan menyewa pakaian adat yang disiapkan warga.
Selain itu, atraksi barong macan selama libur panjang Lebaran juga menjadi salah satu daya tarik pengunjung. Pengelola kawasan akan kembali menyiapkan paket berlibur menjelang Hari Raya Galungan.
“Kami juga sudah siapkan paket menginap serta paket early visit untuk wisatawan yang berkunjung saat hari itu,” imbuh Sumiarsa.
Desa Penglipuran terletak di daerah dataran tinggi yakni berada di ketinggian 600 meter di atas permukaan laut. Desa ini membentang kurang lebih 1 km dengan jalan menurun selebar 4 meter.
Desa ini memiliki batas utara yaitu Desa Adat Kayang, batas selatan Desa Adat Cempaga, batas timur Desa Adat Kubu, dan batas barat Desa Adat Cekeng.
Secara etimologis, nama Desa Penglipuran diambil dari kata pengeling atau eling yang artinya ingat atau mengingat, dan kata ‘pura’ yang artinya tempat/benteng/tanah leluhur. Kata penglipuran berarti ‘ingat kepada tanah leluhur/tempat asal mulanya’.
Menurut UNESCO, Desa Penglipuran adalah desa adat terbersih nomor 3 di dunia. Salah satu wujud kebersihannya bisa dilihat di sepanjang jalan yang terdapat parit saluran air di kanan kiri selebar 50 cm dengan sanitasi yang sangat lancar.
Selain itu, desa ini juga dikenal memiliki tata ruang yang disebut “Tri Mandala”. Desa dibagi menjadi tiga wilayah yaitu Utama Mandala, Madya Mandala, dan Nista Mandala.
Utama Mandala sebagai wilayah suci untuk para dewa dan peribadatan. Madya Mandala digunakan sebagai tempat tinggal para penduduk. Sementara, Nista Mandala menjadi area khusus pemakaman penduduk.
Dikutip dari buku “Desa Swabudaya Penglipuran” oleh Nata Citta Desa Swabudaya, Desa Penglipuran dikatakan desa adat karena aktivitas adat dan agama yang beragam dan rutin dilaksanakan enam bulan maupun setahun sekali.
Seperti Upacara Ngusaba Paruman, yaitu upacara khusus masyarakat Penglipuran yang dilakukan setiap purnama kapat (hari baik untuk bersedekah) sebagai persembahan pada Dewa Brahma dan Dewa Wisnu.
***
Artikel ini telah tayang di detikBali.
(bnl/bnl)