
Jakarta –
Anggota Komisi X DPR RI Fraksi Partai Demokrat Sabam Sinaga menerima keluhan sulitnya Perguruan Tinggi Swasta (PTS) bersaing mendapatkan mahasiswa. Dia pun menyoroti adanya Permendikbud No 48 tahun 2022 yang menutup potensi PTS untuk mendapat mahasiswa baru dengan jumlah yang layak
“Beberapa pihak mengeluhkan kepada kami terkait situasi dan tantangan yang dihadapi Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang trend angka penerimaan mahasiswa semakin sedikit dan semakin sulit bersaing,” kata Sabam Sinaga dalam keterangannya, Sabtu (22/2/2025).
Informasi yang sama juga diperoleh pada saat Komisi X DPR melakukan kunjungan kerja di Solo. Dalam kunjungan tersebut hal senada disampaikan bahwa sangat banyak Perguruan Tinggi swasta mengalami kesulitan dalam penerimaan mahasiswa baru
“Kesulitan yang mereka hadapi adalah akibat adanya kebijakan Permendikbud No 48 tahun 2022. Informasinya bahwa Permendikbud tersebut menutup potensi perguruan tinggi swasta untuk mendapatkan mahasiswa baru dengan jumlah yang layak,” ucapnya.
Dia mengatakan dalam ketentuan Permendikbud tersebut dimungkinkan bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) memperpanjang masa pendaftaran penerimaan mahasiswa baru. Sehingga, kata dia, dengan adanya perpanjangan masa pendaftaran penerimaan mahasiswa tersebut membuat kesempatan bagi PTS untuk mendapat mahasiswa baru jadi semakin tertutup.
“Semakin lama jangka waktu pendaftaran penerimaan mahasiswa baru di Perguruan Tinggi Negeri, maka akan semakin sedikit potensi mahasiswa yang masuk di Perguruan Tinggi Swasta,” ujar dia.
“Di samping itu, sistem seleksi yang dianut rata-rata Perguruan Tinggi Negeri hampir sama dan diperbolehkan mengatur komposisi penerimaan mahasiswa baru. Secara umum pola penerimaan mahasiswa baru mengikuti pola 20% jalur Sistem Nasional Berbasis Prestasi, 30% jalur Sistem Nasional Berbasis Tes dan 50% jalur Mandiri,” lanjutnya.
Dia menilai pola persentase dan jadwal penerimaan mahasiswa baru yang dianut oleh PTN tersebut menjadi titik krusial yang menyebabkan potensi penerimaan mahasiswa di PTS menjadi terganggu. “Keadaan ini perlu dikaji ulang. Perlu ada formulasi baru untuk titik mencapai keseimbangan antara PTN dan PTS kita. Sehingga keberadaan PTN tidak mematikan PTS. Tidak ada prinsip keadilan, jika keadaan ini dibiarkan terus menerus. Bisa terjadi lama kelamaan perguruan tinggi swasta akan banyak yang tutup,” imbuh dia.
Selain itu, dia juga menyoroti jumlah PTS yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah PTN. Maka dari itu, ucap dia, sangat perlu dilakukan kajian dan telaah untuk bisa menghasilkan regulasi baru.
“Kita harus mencari dan menemukan titik keseimbangan dengan membuat regulasi baru, sehingga Perguruan Tinggi Negeri maupun Perguruan Tinggi Swasta tetap eksis dalam menjalankan operasionalnya. Baik PTN dan PTS memiliki tanggungjawab yang sama untuk pembangunan sumber daya manusia yang unggul, asta cita akan kita capai dengan tumbuh bersama,” tuturnya.
(maa/maa)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu