Jakarta –
Atlet tinju putri Aljazair disebut-sebut sebagai ‘pria’ secara biologis. Kontroversi mencuat usai ia mengalahkan lawannya, Angela Carini, hanya dalam 46 detik di Olimpiade Paris 2024. Carini, atlet tinju putri asal Italia, itu menangis dan mengundurkan diri setelah mendapat pukulan kuat di hidung dalam pertarungannya, Kamis (1/8/2024).
“Saya seorang petarung, ayah saya mengajarkan saya untuk menjadi pejuang. Saat berada di atas ring, saya menggunakan pola pikir seorang pejuang, pola pikir untuk menang,” ungkap Carini yang dikutip dari Reuters.
“Kali ini saya tidak bisa melakukannya. Saya tidak kalah malam ini, saya hanya menyerah dengan kedewasaan,” lanjutnya.
Khelif menyebut pertarungannya melawan Carini sebagai hal yang sulit. Meski begitu, ia akan tetap siap untuk melewati pertarungan selanjutnya.
“Insya Allah untuk pertarungan kedua, saya sangat siap karena sudah delapan tahun persiapan,” bebernya.
Imane Khelif merupakan petinju dari Aljazair yang tahun lalu gagal dalam tes kelayakan gender di Kejuaraan Dunia. Khelif sempat didiskualifikasi di Kejuaraan Dunia 2023 karena gagal memenuhi aturan kelayakan The International Boxing Association (IBA) atau asosiasi tinju internasional.
IBA melarang atlet yang memiliki kromosom XY pria untuk berkompetisi di kelas wanita. Namun, kali ini Khelif dan atlet asal Taiwan Lin Yu-ting yang memiliki kondisi serupa diizinkan bertarung di Paris oleh International Olympic Committee (IOC) atau Komite Olimpiade Internasional.
Kerangka Kerja IOC tentang Keadilan, Inklusi, dan Non Diskriminasi atas dasar identitas gender dan variasi jenis kelamin, menawarkan pedoman bagi federasi untuk memastikan inklusi serta keadilan dalam olahraga.
Hal ini termasuk atlet dengan kondisi Differences of Sexual Development (DSD) atau perbedaan dalam perkembangan seksual. Menjelang pertarungan Khelif, juru bicara IOC Mark Adams membela keputusan badan tersebut untuk Olimpiade Paris 2024.
“Ini melibatkan orang-orang nyata dan kita berbicara tentang kehidupan orang-orang nyata di sini. Mereka telah kalah dan mereka telah menang melawan wanita lain selama bertahun-tahun,” katanya kepada wartawan.
Kepala Eksekutif IBA Chris Roberts, merasa kecewa dengan kejadian ini.
“Kedua petinju ini tidak diizinkan bertinju di dalam IBA. Jadi saya merasa heran bagaimana IOC menerapkan kondisi yang berbeda untuk acara ini,” katanya.
Simak juga Video ‘Waspadai Risiko Petinju Amatir yang Bertanding Tanpa Pelindung Kepala’:
[Gambas:Video 20detik]
NEXT: Apa itu DSD?