![](https://i3.wp.com/awsimages.detik.net.id/api/wm/2024/11/21/ilustrasi-mengunci-aplikasi_169.jpeg?wid=54&w=650&v=1&t=jpeg&w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Jakarta –
Rencana Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang akan menerapkan aturan pembatasan usia yang mengakses media sosial (medsos) mendapat sorotan dari Komisi I DPR.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid dicecar berbagai pertanyaan dari para anggota Komisi I DPR. Mereka ingin Meutya menegaskan terkait aturan pembatasan tersebut, mulai dari mekanisme, kategori usia yang dibatasi, hingga penerapannya nanti.
Pada prinsipnya, Komisi I mendukung upaya pemerintah dalam melindungi anak-anak di ruang digital dengan memperkuat regulasi, meningkatkan pengawasan, serta menindak tegas konten berbahaya yang ada di internet.
“Soal pembatasan Bu, saya ingin minta kepastian, apakah soal rencana, baik itu peraturan maupun undang-undang, apakah pembatasan terhadap anak-anak ini hanya dibatasi terhadap akses atau bagaimana? Karena menurut saya, saya lebih tegas bukan pembatasan tapi pelarangan,” ujar Anggota Komisi I DPR dari PKB Oleh Soleh di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (4/2/2025).
Lebih lanjut, karena makna pembatasan itu masih menyisakan celah. Ia mengumpamakan, jika nanti aturannya sudah diimplementasikan, maka anak-anak yang dibatasi tersebut bisa saja mengkalinya.
“Dia sedang berteman ke luar, misalnya kita dibatasi di umur 16 tahun, dia baru 14 tahun dan punya teman di atas 16 tahun, punya HP dan akun, maka dia bisa dong mengakses. Artinya, kalau dibatasi ini tidak artinya, saya merekomendasikan pelarangan tegas bagi usia di bawah 16 tahun,” ucapnya.
Kemudian, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Nasdem Amelia Anggraeni, ingin mengetahui rencana pemerintah dalam pembatasan usia yang mengakses medsos tersebut.
“Apa secara konkret Komdigi terkait regulasi konten negatif, mekanisme seperti apa, apakah memungkinkan kita memberikan denda kepada media sosial bila menampilkan konten negatif, seperti kekerasan maupun pornografi, mengingat saat ini kita dalam situasi kejahatan siber yang sangat masif. Oleh karena itu, kita perlu kebijakan dan regulasi yang tegas,” kata Amelia.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Nurul Arifin juga menaruh perhatian mengenai regulasi yang sedang digodok Menkomdigi Meutya Hafid dan jajaran Komdigi tersebut saat ini.
“Kami memberikan dukungan juga terhadap Komdigi terhadap situasi yang semakin parah penggunaan medsos oleh anak-anak, kita tahu tidak selalu positif (di dalamnya) tapi juga banyak hal-hal negatif. Maka dari itu, kami mendukung saat dibuat satgas, kemudian SK Tim Kerja, dan selanjutnya mungkin dibuat undang-undang dalam melindungi anak di ruang digital,” tuturnya.
Dalam menyusun regulasi pembatasan anak-anak akses medsos, Menkomdigi berkoordinasi dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Menteri Agama serta Menteri Kesehatan.
Sementara itu, Tim Penguatan Regulasi Perlindungan Anak di Ranah Digital yang dibentuk oleh Menkomdigi diisi oleh perwakilan pemerintah, akademisi, praktisi, dam perwakilan LSM anak.
Komdigi mengutip data National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) yang mencatat konten kasus pornografi anak Indonesia dalam empat tahun terakhir mencapai 5.566.015 kasus. Jumlah ini merupakan yang terbanyak ke-4 di dunia dan tertinggi ke-2 di ASEAN.
Data Badan Pusat Statistik tahun 2021 juga mencatat bahwa 89% anak usia lima tahun ke atas menggunakan internet hanya untuk mengakses media sosial, sehingga berisiko terpapar konten berbahaya.
(agt/fyk)