Jakarta –
Fenomena PT PT Sepatu Bata Tbk (BATA) menutup salah satu pabrik sepatunya di Purwakarta, Jawa Barat beberapa waktu lalu sempat jadi sorotan publik. Ternyata penutupan ini menunjukkan bagaimana sulitnya kondisi industri alas kaki di RI.
Founder & CEO PT Sumber Kreasi Fumiko, Yongki Komaladi, menilai penutupan salah satu pabrik Bata ini disebabkan oleh berbagai macam masalah yang dihadapi perusahaan-perusahaan alas kaki lainnya. Salah satunya terkait ketersediaan bahan baku yang sebagian besar dari luar negeri alias impor.
“Menurut saya, bahan baku itu salah satu hal yang susah didapat kalau di produksi (alas kaki) lokal. Hampir 90% memang produk dari luar, utamanya China,” kata Yongki dalam acara Profit CNBC Indonesia, dikutip Rabu (15/5/2024).
“Tapi kalau mengenai Bata, setahu saya Bata juga impor barang-barang dari seluruh negara yang mereka punya asosiasi sendiri, dari Malaysia, India, Singapura, mereka saling berbagi cerita dan mereka bisa membeli barang-barang dari luar,” jelasnya lagi.
Selain itu, menurutnya tingkat produktivitas pekerja alas kaki dalam negeri masih belum cukup efisien dalam bekerja. Kondisi ini tentu sangat mempengaruhi tingkat produktivitas pabrik alas kaki.
“Sekarang ini kita boleh dibilang 70% rata-rata produk itu bahan dari luar, tenaga kerjanya (dalam negeri) pun potensial sebesar apa? Apakah se-profesional di negara lain? Hal-hal itu menjadi sesuatu yang harus mereka pikirkan kembali efisiensi dan segala macamnya,” jelasnya.
Belum lagi Yongki juga menyebut pasar alas kaki Indonesia banyak diserbu produk-produk impor. Alhasil banyak produsen dalam negeri yang kesulitan menjual produknya hingga berakhir rugi.
Bakal Ada Pabrik Sepatu Lain Senasib Bata
Karena berbagai masalah ini, Yongki Komaladi, memprediksi akan ada perusahaan alas kaki dalam negeri yang harus melakukan PHK massal dan tutup pabrik seperti PT Sepatu Bata Tbk (BATA). Khususnya yang berskala kecil dan menengah (UMKM).
“Menurut saya iya (perusahaan alas kaki lain akan PHK massal hingga tutup pabrik), karena kan saya banyak sekali pakai tenaga UMKM, dan mereka sendiri sudah bilang ‘saya nggak sanggup melakukannya’,” kata Yongki.
Karena itu menurutnya kondisi ini perlu perhatian dan dukungan regulasi khusus dari pemerintah. Ia menilai perusahaan raksasa alas kaki seperti Bata saja harus menelan banyak kerugian hingga tutup salah satu pabrik, apalagi UMKM.
“UMKM di Indonesia pasti lebih terkesot-kesot lagi, lebih susah lagi. Karena Bata perusahaan besar saja begini, apalagi UMKM yang kecil. Ini yang harus dipikirkan. Akibatnya begini, sebabnya kenapa? Nah ini yang harus dipikirin,” terangnya.
“Saya merasa sayang sekali kalau UMKM yang sangat mengandalkan jual di lokal, pasti jauh lebih susah lagi dibandingkan Bata. Ini juga menjadi PR kita bersama bahwa apakah ini industri yang cukup punya kepadatan tenaga kerja yang luar biasa, harus dipikirkan,” tambah Yongki.
Pasalnya sejauh ini, Yongki mengatakan sudah ada banyak sekali UMKM yang tidak sanggup menghadapi persaingan dalam negeri. Sehingga pada akhirnya ia hanya bisa berharap ada pihak-pihak yang mau membantu industri alas kaki dalam negeri agar tidak kalah saing, seperti pengelola mal-mal dalam negeri.
“Contohnya, banyak UMKM yang ingin membranding produknya tapi kalah dengan brand-brand dari luar negeri. Kenapa nggak difasilitasi masuk ke mal atau dept store. Tidak hanya pameran yang hanya seminggu, tapi dikasih tempat di mal-mal, kan bisa bekerja sama dengan pusat perbelanjaan. Supaya produk lokal sendiri dicintai,” ucapnya.
(rrd/rir)