
Makkah –
Kisah buka, makan, sahur bersama di atas rooftop Masjidil Haram adalah pengalaman perjalanan religius dan sekaligus magis yang pernah saya rasakan.
Pukul 00:00. Mata biasanya sudah terpejam. Tapi panggilan Ilahiah ini terlalu kuat untuk dilewatkan. Meski baru kali pertama itikaf full day di masjid, entah kenapa seperti ada cadangan energi berlebih.
Tak seperti saat di Indonesia. Itikaf hanya di sepertiga malam. Itu pun dgn kantuk yg luar biasa. Di sini, semua berbaur. Tua muda. Besar kecil. Ras Asia, Eropa, Afrika. Kanan saya orang Mesir.
Di kiri sekeluarga Tajikistan. Belakang orang India dan Malaysia. Depan sepertinya juragan Afrika. Tiba-tiba, ia dan pasukan anak-anak bagi-bagi tasbih elektrik. Lalu bagi-bagi makanan untuk berbuka.
Memang, di Tanah Suci ini suasana sangat syahdu, kalau tak boleh dibilang magis. Bayangkan, tarawehnya 10 rakaat, waktunya 1,5 jam. Lalu lanjut malam tahajud pada pukul 00:30 sekitar 1,5 jam juga.
Kali ini total 10 rakaat plus 2+1 witir. Yang bikin merinding, doa qunutnya 15 menit lebih. Tapi entah kenapa, meski tak paham bahasanya, bacaannya mengandung bawang. Tiba-tiba ikut menangis mengikuti alunan doa Imam yang malam itu dibacakan oleh Syekh Sudais, Imam Besar Arab Saudi.
Ya, total 3 jam berdiri, rukuk, sujud, sepintas kaki bakal protes. Tapi entah kenapa, selalu ada tenaga ekstra. Meski, ada juga warlok yang “mengakali”. Bawa tempat duduk, kalau capai bisa bersandar sejenak.
Atau, rakaat pertama baru ikut jelang bacaan ayat selesai, sehingga bisa “hemat” tenaga. Seorang ustad dari Indonesia berkomentar, “Sholatnya sunnah, jadi ya tidak jadi masalah kalau merasa tidak kuat.”
Dari sekian banyak ritual itu, yang bakal membuat kangen untuk kembali lagi sepertinya “pesta kebun” sebelum buka, saat jelang Isya, dan saat sahur bersama. Kebetulan saya bawa pisang 3 buah.
Satu untuk saya, dua saya bagi kanan kiri. Ternyata, pisang saya dipotong-potong oleh mereka, dibagi 3, lalu dibagi lagi ke sekitarnya. Semua orang seperti berebut berbagi, meski hanya sebutir kurma atau seteguk air.
Mungkin, karena sesuai hadits Rasulullah, segitu saja sudah setara pahalnya dgn yg berpuasa. Apalagi ini di Masjidil Haram. Pahalanya setara 100 ribu kali dibanding masjid lain.
Setara 273 tahun! Wallahu’alam. Merasakqn suasana 10 hari terakhir Ramadan, apalagi di malam ganjil, di Tanah Suci Masjidil Haram barangkali akan jadi pengalaman yang bakal bikin kecanduan.
Candu untuk berbagi, candu untuk menikmati momen magisnya, candu yang membuat kita ingin terus merasakan Islam yang benar-benar Rahmatan Lil Alamin. Tak ada batas miskin kaya. Semua satu menghadap dan berharap hanya pada Rabb-nya.
(wsw/wsw)