Jakarta –
Ketua PBNU, Ulil Abshar Abdalla, mengatakan kewenangan terhadap organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mengelola tambang bukan suatu sogokan. Berkelakar, Ulil menilai ada istilah ‘sogokan hasanah’.
Mulanya, anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay, bertanya kepada PBNU dan Muhammadiyah jika UU Minerba disahkan apa dianggap sebagai sogokan dari pemerintah.
“Apakah ormas dan juga APNI ini setuju kalau dikatakan, bahwa kalau nanti UU ini jadi, ini adalah sogokan pemerintah kepada civil society, perguruan tinggi dan juga tadi berbagai elemen yang dimasukkan di sini,” kata Saleh dalam rapat dengar pendapat Balg DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (22/1/2025).
“Apakah setuju ini dianggap sebagai sogokan? Karena saya sudah baca beberapa berita, ini kelihatannya ini udah masuk disogok nih supaya ormas, perguruan tinggi dan yang kritis-kritis itu jangan ngomong lagi, jangan kritik lagi pemerintah begitu,” tambahnya.
Saleh mengatakan jangan sampai ada anggapan pelaksanaan RUU Minerba sebagai sogokan dari pemerintah ataupun DPR. Saleh khawatir adanya pandangan demikian di publik.
“Kalau memang ini dianggap sogokan ini kan lucu ini, masa eksekutif, legislatif bersama-sama nih nyogok nih. Apakah nanti nilai kekritisan ormas, civil society akan berkurang kalau dikasih ini, tambang ini. Bukankah semuanya milik negara, bukan milik Pak Prabowo, bukan milik parpol, kalau milik negara kan siapapun yang mengelola boleh mestinya dan tidak ada rasa takut untuk mengelolanya karena diberi,” kata dia.
Dalam kesempatan itu, Ulil sebagai perwakilan PBNU, memberi pandangannya. Ulil menilai kebijakan ormas untuk mengelola tambang bukanlah sogokan.
“Nah yang soal sogokan ini menarik Pak, jadi soal sogokan ini. Menurut saya ini bukan sogokan ya, kenapa, karena suatu, ini mohon maaf ini pandangan kami ya. Kalau penguasa, pemerintah memutuskan suatu kebijakan yang membawa manfaat bagi rakyat itu tidak bisa dianggap sebagai menyogok rakyat, ya tugas memang tugas penguasa mengelola kekuasaan untuk kemanfaatan rakyat,” kata Ulil.
Ulil lantas menjelaskan makna dari sogokan atau risywah dalam Bahasa Arab. Ulil menyebut ada makna fikih dari suap itu yang tidak bisa diterapkan secara gamblang.
“Jadi sogokan itu kan maknanya, ada kebijakan yang batil, yang salah, kemudian masyarakat disogok untuk mendukung keputusan yang batil (salah) ini, itu namanya sogokan atau risywah dalam Bahasa Arab ya,” ujar Gus Ulil.
“Makanya, dalam fikih itu ada suatu ketentuan. Maksudnya ini nggak boleh dipake ini ya, ini mohon maaf ini. Jadi menyogok itu kalau untuk meraih hak yang hak, itu menurut sebagian ulama dibolehkan,” sambungnya.
Selanjutnya, Ulil mengatakan sogokan untuk mendukung kebijakan yang salah maka hal itu tidak tepat. Pada momen ini Ulil berkelakar soal sogokan hasanah (untuk kebaikan).
“Jadi, yang dilarang menyogok sesuatu yang batil. Ada kebijakan yang batil, kita sogok orang supaya mendukung kebijakan kita. Tapi, kalau kebijakan ini sah, lalu kita mendorong masyarakat untuk mendukung ini, ya itu bukan sogokan,” kata Ulil.
“Kalaupun sogokan itu sogokan yang hasanah itu ha-ha-ha…. Tapi ini nggak boleh dipake ini ya, ini kalau dengar KPK nanti kita dimarahi. Tapi dalam fikih ada itu mas, risywah itu diharamkan kalau menyogok sesuatu yang batil ha-ha-ha…,” kelakarnya.
Simak Video: PBNU Pastikan Pengelolaan Tambang Penuhi Standar Dampak Lingkungan
[Gambas:Video 20detik]
(dwr/rfs)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu