Jakarta –
Alex Pastoor pernah merasa kematian semakin dekat setelah kembali ke kampung halaman pada 2021. Begini kisah asisten pelatih Timnas Indonesia itu!
Pastoor pernah pergi ke Austria untuk menjadi pelatih kepada SCR Altach pada 2019 sampai 2021. Klub tersebut juga menjadi tempat Pastoor gantung sepatu sebagai pemain sepakbola pada 2001.
Setelah bertugas sebagai pelatih di Altach selama dua tahun, Pastoor pulang kampung dan istirahat beberapa bulan dari kesibukan sepakbola. Di sana dia baru menyadari bahaw sudah tak muda lagi.
“Pada tahun 2021, saya kembali ke Belanda setelah bekerja di Austria selama dua tahun, sebagai pelatih SCR Altach. Jadi, saya sudah lama jauh dari rumah dan sudah lama tidak bertemu dengan beberapa warga desa,” kata Pastoor pada Desember 2023, yang dikutip dari Trouw.
“Saya benar-benar terkejut dengan beberapa orang yang saya temui lagi. Untuk pertama kalinya, saya berpikir: wah, mereka sudah tua… Dan tiba-tiba saya menyadari bahwa saya juga semakin tua. Sejujurnya, saya merasa itu sangat sulit.”
Pastoor berkisah ini di usia 57 tahun dan sempat teringat tentang kematian. Pria yang berhasil membawa Sparta dan Almere promosi ke Eredivise atau level tertinggi dalam piramida Liga Belanda itu sebelumnya tak memikirkan kematian.
“Saya tiba-tiba mulai mengkhawatirkan kematian, padahal sebelumnya saya tidak pernah begitu menyadarinya. Mungkin juga ada hubungannya dengan keadaan: kesehatan ibu mertua saya tidak baik dan saya telah mencapai usia 57 tahun, di mana orang-orang di sekitar saya semakin banyak yang meninggal,” pria yang kini berusia 58 tahun itu menjelaskan.
“Pikiran saya tidak lagi terbuka. Saya juga merasa kesal karena saya tidak lagi ahli dalam beberapa hal. Saya selalu banyak berlari, di sini, di bukit pasir. Saya merasa semakin sulit untuk melakukannya,” Pastoor mengungkapkan.
Pastoor mengambil pekerjaan di Timnas Indonesia setelah sekitar enam bulan menganggur. Entah apa yang menguatkan niatnya untuk kembali ke dunia sepakbola.
“Itulah mengapa saya terkadang memikirkan apakah bekerja di sepakbola membuat saya begitu bahagia? Kadang-kadang orang bertanya kepada saya apakah saya ingin bekerja di klub top?”
“Anda hanya bisa mengatakannya ketika ada kesempatan, tapi saat ini saya berkata: haruskah saya tetap melakukannya di usia saya? Apakah layak menghabiskan sepanjang hari di sepakbola lagi? Bukankah sebaiknya saya berusaha mencari lebih banyak kedamaian dan lebih menikmati hidup? Karena saya yakin bahwa nilai saya sebagai manusia tidak bergantung pada apa yang saya lakukan.”
“Beberapa orang tampaknya berpikir demikian, mereka mendekati saya karena saya seorang pelatih sepakbola profesional, dan menurut saya itu menjengkelkan. Istri saya terkadang berkata: ‘Bahkan jika saya digips dari ujung kepala sampai ujung kaki, dan orang-orang berpapasan dengan kami, hal pertama yang akan mereka katakan adalah: Bagaimana kabarnya, Alex?'” pria berusia 58 tahun itu menegaskan.
(ran/bay)