Jakarta –
Kisah perjalanan hidup pria ini menarik perhatian banyak orang. Ia beralih kerja dari industri teknik ke bidang kuliner dengan membuka kedai mie kaki lima!
Banyak hal menarik dari perjalanan karir setiap orang. Beberapa mungkin memilih untuk menikmati kerja di bidang yang sama selama puluhan tahun. Namun, ada juga yang lebih memilih untuk beralih profesi di tengah perjalanan karirnya.
Perubahan karir itu pun bisa terjadi karena berbagai macam faktor. Hal ini tidak selamanya buruk karena banyak juga yang beralih ke pekerjaan lain, dan justru jauh lebih nyaman dan bahagia, seperti yang terjadi di hidup Ang Chip Hong.
Pria Singapura itu telah menjalani karir sebagai insinyur selama lebih dari 20 tahun. Dirinya telah menciptakan detektor Wi-Fi pertama di dunia.
Namun, awal November tahun ini, pria 53 tahun itu memutuskan beralih profesi setelah setahun berhenti dari pekerjaannya sebagai direktur IoT (internet of Things), yang mengawasi penelitian dan pengembangan perangkat IoT di Singapura Management University (SMU), lapor cnalifestyle.com (22/11/2024).
Sebelumnya, selama lebih dari 20 tahun Ang bekerja sebagai peneliti di perusahaan teknologi yang didukung pemerintah. Di sana ia menjadi penemu utama dalam tim yang menciptakan empat produk yang dipatenkan.
Meskipun sangat berbakat di bidang teknologi, Ang tiba-tiba memutuskan untuk beralih ke bidang Food & Beverages (F&B). Ia mengaku bidang F&B selalu menjadi hal yang ia minati. Ia mengambil jurusan teknik karena ibunya.
Kepada 8days.com Ang bercerita bahwa pekerjaannya sebagai peneliti di A*Star memberinya penghasilan hingga SGD 2O.000 (Rp 236.313.600) dalam bentuk royalti atas setiap produk yang ia ciptakan. Ia juga mendapat gaji lima digit per bulan.
Namun, selama beberapa tahun terakhir, Ang memang sudah terjun ke dunia kuliner. Ia berinvestasi di sejumlah bisnis, seperti jaringan restoran Sin Kee Chicken Rice dan kafe.
Mantan insinyur ini beralih profesi jualan mie Hokkien kaki lima. Foto: 8days.com
|
Setelah cukup berkontribusi di bidang sains dan teknologi, Ang ingin melakukan sesuatu di bidang F&B. Akhirnya, ia memutuskan buka warung makan kaki lima, dengan berfokus pada menu mie Hokkien dan char kway teow karena ia merasa pedagang menu ini di Singapura sedang sekarat.
“Di daerah sini Hokkien mee dan char kway teow, selalu ada berita tentang pedagang kaki lima yang meninggal dan kios-kiosnya dikembalikan. Menurut saya, jika ini terus terjadi dalam waktu lima tahun, akan sangat sedikit kios Hokkien mee dan char kway teow yang tersisa di Singapura,” jelasnya.
Memang menurutnya usaha warung kaki lima tidak akan pernah menghasilkan uang sebanyak yang ia peroleh di bidang teknik. Namun, motivasinya bukanlah soal uang, tetapi pria ini benar-benar ingin menjalani minatnya di bidang ini.
“Saya tidak melihat ini sebagai penurunan gaji. Saya telah sampai pada tahap di mana saya merasa lebih baik menghasilkan uang yang lebih sedikit sambil melakukan sesuatu yang saya sukai,” jelasnya.
Ang pun menginvestasikan SGD 50.000 (Rp 590.410.000) untuk membuka gerai Hokkien mee ini dan berencana akan membuka lebih banyak gerai di masa mendatang.
Sebagai mantan teknisi, Ang pun memanfaatkan ilmu sebelumnya untuk mempermudah proses pembuatan makanan di kedai mie miliknya. Ia menciptakan robot sebagai penggorengan yang bisa memasak hingga ribuan hidangan. Alat ini pun menurutnya sudah banyak dipakai di China, terutama di restoran prasmanan.
Cara kerjanya sederhana, seorang karyawan hanya perlu mengikuti instruksi di layar dan memasukkan bahan-bahan, seperti telur, udang, kaldu, mie, dan daging perut babi ke dalam mesin. Robot pun akan mengerjakan sisanya. Robot memiliki ruang dengan lengan berputar untuk membantu menggoreng mie.
Ang memanfaatkan robot untuk membantunya memasak mie Hokkien ini. Foto: 8days.com
|
Meskipun Ang merupakan seorang insinyur, tetapi ia tidak mencoba membuat mesin penggorengannya sendiri karena akan terlalu mahal untuk diproduksi di Singapura. Akhirnya temannya dari Wuhan menghabiskan waktu lima tahun untuk menyempurnakan robot-robot ini untuk memasak.
Satu-satunya hal yang harus ia sempurnakan adalah resep mie Hokkiennya.
Memang banyak yang meragukan tentang kemampuan robot untuk memasak hidangan, tetapi menurut Ang robot AI ini mampu memberikan manfaat konsistensi pada hidangan.
Ang pun dengan rendah hati mengaku mie Hokkiennya masih tidak seenak penjual mie Hokkien papan atas. Namun, ia sedang berusaha menyempurnakan resepnya sambil menggaet para pelanggan.
Seporsi mie Hokkiennya dibanderol seharga SGD 5.50 (Rp 64.968) untuk ukuran biasa dan SGD 7 (Rp 82.645) untuk ukuran besar. Tersedia juga ukuran pesta seharga SGD 28 (Rp 330.583) yang bisa dinikmati oleh empat sampai enam orang.
Ang pun membuka gerainya di area Margaret Drive, Singapura.
(aqr/adr)