Jakarta –
Dirjen Pendidikan Tinggi dan Ristek Abdul Haris menjelaskan pertimbangan dalam penentuan uang kuliah tunggal (UKT). Menurutnya, peningkatan UKT hanya diterapkan untuk mahasiswa baru.
“Dan kalau kita perhatikan UKT yang tinggi ini hanya untuk di 2024 itu sekitar 3,7 persen dan ini pun sebenarnya kan untuk PTN ini lebih banyak porsi atau kuota yang diberikan pada saat seleksi nasional. Nah, ini yang mereka ini basisnya hampir 70 persen, 30 persennya mereka yang berbasis mandiri ini juga relatif kecil,” kata Haris dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2024).
Haris mengatakan banyak ruang yang diberikan pihak kampus untuk mengakomodasi UKT mahasiswa. Ia mengatakan tingkatan UKT didasari kemampuan ekonomi masing-masing mahasiswa.
“Artinya, di sini sebenarnya yang menjadi ruang bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan secara ekonomi ini sangat terbuka lebar dan kami menjamin PTN (perguruan tinggi negeri), PTN-BH (perguruan tinggi negeri berbadan hukum), itu sangat mengakomodir,” katanya.
Haris kemudian menyoroti polemik Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) yang mengadukan kenaikan UKT di beberapa universitas negeri. Haris menjelaskan, untuk Universitas Jenderal Soedirman, mahasiswa yang memiliki UKT rendah juga banyak.
“Barangkali yang kemarin cukup rame itu di Universitas Jenderal Soedirman itu kalau kita perhatikan di Universitas Jenderal Soedirman itu justru angka di UKT rendah juga banyak, hampir 867. Kalau kita bandingkan dengan UKT tingginya, hanya sekitar 12 mahasiswa,” kata Haris.
“Dan kami terus meminta kepada para rektor, bila mereka ada keberatan, berikan ruang untuk konsultasi dan ini saya pikir waktu yang lama,” sambungnya.
Haris menegaskan biasanya rektor akan memberikan ruang bagi mahasiswa hingga orang tua untuk mendiskusikan hal itu. Ia menyebut hal tersebut terbuka untuk ditinjau kembali.
“Dan pengalaman kami di universitas, ini ruangnya sangat terbuka lebar dan orang tua mahasiswa bisa melakukan upaya konsultasi dan peninjauan kembali. Tentu universitas ini membutuhkan data sebagai bentuk klarifikasi. Dan ini saya pikir data yang bisa memberikan informasi kepada masyarakat juga ini yang terjadi di perguruan tinggi,” imbuhnya.
(dwr/eva)