Jakarta –
Kebijakan PPN 12% bisa ‘mencekik’ wisatawan, terutama bagi mereka yang sensitif soal harga. Pakar pariwisata pun menyarankan pemerintah lakukan 5 hal ini:
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Aturan itu kata dia sudah ada dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Kenaikan PPN itu tentu akan berimbas pada kenaikan harga paket wisata, akomodasi, dan tiket pesawat. Hal ini berpotensi mengurangi daya saing destinasi wisata domestik, terutama bagi wisatawan yang sensitif terhadap harga.
Pakar Strategi Pariwisata Nasional, Taufan Rahmadi menyatakan kebijakan ini akan berdampak pada sektor pariwisata yang masih berjuang untuk memulihkan kapasitas setelah dihantam pandemi COVID-19. Masih banyak hotel dan restoran yang belum sepenuhnya pulih dari penurunan kunjungan wisatawan selama pandemi.
Namun di sisi lain, menurut Taufan, kebijakan PPN 12% jika dikelola dengan baik, maka dapat menjadi katalis bagi pertumbuhan sektor pariwisata.
“Kuncinya adalah bagaimana pemerintah dan pelaku usaha dapat bekerja sama untuk menjadikan kenaikan ini sebagai peluang, bukan ancaman,” ucap Taufan kepada detikTravel, Jumat (22/11/2024).
Sebagai solusi jalan tengah, Taufan pun mengusulkan 5 langkah strategis yang bisa dilakukan pemerintah RI. Berikut 5 langkah tersebut:
1. Penundaan Bertahap untuk Pariwisata
Untuk meringankan beban sektor pariwisata, kenaikan PPN sebaiknya diberlakukan secara bertahap. Misalnya, kenaikan menjadi 11,5% terlebih dahulu pada 2025, sebelum mencapai 12% pada 2026. Alternatif lainnya adalah memberikan tarif PPN khusus untuk sektor pariwisata, sehingga beban kenaikan tidak langsung terasa oleh wisatawan.
2. Alokasi Anggaran untuk Pariwisata
Sebagian pendapatan dari kenaikan PPN 12% harus dialokasikan kembali ke sektor pariwisata. Penggunaan dana ini dapat difokuskan pada:
– Subsidi tiket pesawat domestik untuk meningkatkan mobilitas wisatawan.
– Pengembangan infrastruktur destinasi wisata, seperti akses jalan, bandara, dan fasilitas umum.
– Kampanye promosi pariwisata untuk menarik lebih banyak wisatawan domestik dan internasional.
3. Insentif untuk Pelaku Usaha Pariwisata
Untuk mengimbangi kenaikan PPN 12%, pemerintah RI dapat memberikan insentif kepada pelaku usaha wisata. Insentif itu seperti:
– Pemotongan pajak penghasilan untuk usaha kecil dan menengah.
– Penghapusan sementara retribusi daerah terkait sektor pariwisata.
– Subsidi energi bagi pelaku usaha hotel dan restoran untuk menekan biaya operasional.
4. Transformasi ke Pariwisata Berkualitas
Momentum kenaikan PPN 12% seharusnya dapat digunakan untuk mengarahkan sektor pariwisata untuk menuju ke konsep quality tourism yang lebih berkelanjutan. Dengan menawarkan pengalaman wisata yang lebih berkualitas, wisatawan akan merasa harga yang lebih tinggi akan sepadan dengan nilai yang mereka terima.
Pakar pariwisata, Taufan Rahmadi Foto: (dok. Istimewa)
|
5. Dialog dan Kolaborasi
Terakhir, pemerintah perlu memperkuat dialog dengan asosiasi pariwisata seperti GIPI (Gabungan Industri Pariwisata Indonesia), PHRI (Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia), ASITA, dll untuk memastikan implementasi kebijakan ini tidak menimbulkan ketidakseimbangan.
Dengan melibatkan para pelaku usaha dalam perumusan kebijakan, keputusan yang diambil dapat lebih relevan dan mendukung pemulihan ekonomi secara keseluruhan.
“Dengan demikian, kebijakan kenaikan PPN dari 11% ke 12% ini tetap berjalan tanpa mengorbankan sektor industri pariwisata yang terdampak pandemi,” pungkas Taufan.
(wsw/wsw)